JANGGUT : Pemahaman SALAH Judul pun SALAH
KUTIPAN dari web tetangga (W****y)
Judul : Kewajiban Memelihara Janggut
Dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Potonglah kumis dan biarkanlah janggut.” (HR. Al-Bukhari no. 5892 dan Muslim no. 259)
Dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَعْفُوا اللِّحَى وَخُذُوا الشَّوَارِبَ وَغَيِّرُوا شَيْبَكُمْ وَلَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَالنَّصَارَى
“Panjangkanlah janggut, cukurlah kumis, dan warnailah uban kalian, serta janganlah kalian menyerupai orang Yahudi dan Nasrani.” (HR. Ahmad no. 8318 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 1067)
Penjelasan ringkas:
Janggut adalah rambut yang tumbuh di pipi (dari bawah tulang pipi) dan yang tumbuh di dagu. Maka termasuk janggut adalah cambang yang tumbuh di bawah tulang pipi.
Membiarkan janggut dan tidak mencabut atau memangkasnya termasuk dari sunnah fitrah yang diperintahkan oleh Ar-Rasul -alaihishshalatu wassalam-. Karenanya para ulama telah bersepakat akan wajibnya membiarkan janggut dan haramnya mencabut atau memangkasnya. Ijma’ ini dinukil oleh Imam Ibnu Hazm dalam Maratib Al-Ijma’ hal. 157 dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiah sebagaimana dalam Al-Ikhtiyarat hal. 19. Dalil akan ijma’ ini adalah hadits-hadits di atas dan yang semisalnya, dan juga karena mencukur janggut merupakan perbuatan menyerupai orang-orang kafir dan juga menyerupai wanita, sementara kedua perkara ini telah dilarang oleh syariat dalam beberapa ayat dan hadits.
sumber : http://al-atsariyyah.com/kewajiban-memelihara-janggut.html
================
Yang ASWAJA silahkan fahami artikel berikut
Memang Benar, Jenggot Mengurangi Kecerdasan Dan Makin Panjang Semakin Bodoh
Setelah
Ketua Umum PBNU menyatakan bahwa jenggot mengurangi kecerdasan dan
semakin panjang jenggotnya semakin goblok, sontak para anti NU langsung
mencaci dan menyerang dengan semangatnya. Padahal sebagai muslim jika
kita ragu dengan Qaul Ulama, kita tidak boleh langsung mengingkarinya,
namun harus mencari dalilnya atau minimal diam karena bukan Ulamanya
yang keliru namun kita yang masih bodoh akan ilmu agama. Sebagaimana
diterangkan dalam kitab Umdatussalik :
إذا
سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من
الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى
الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة
مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق
هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .
“Apabila engkau mendengar beberapa ucapan dari ahli Tashawuf dan ahlul kamal yang mana secara zahir tidak sesuai dengan syariat Nabi yang menyatakan petunjuk dari segala kesesatan, maka bertawaquflah (berdiamlah/jangan berkomentar) engkau padanya dan bermohonlah (berserahlah) kepada Allah Yang Maha Mengetahui agar engkau di beri akan ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau cenderung mengingkarinya yang mengakibatkan memberi kesimpulan yang buruk. Karena sebagian dari pada kalimah atau perkataan mereka itu adalah isyarat yang tidak mudah difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya dari pada isi al Quran al Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang. Maka jalan ini lebih selamat sejahtera, dan jalan yang lurus.”
Jadi diam atau mencari dalilnya, untuk itu mari kita buka kitab kuning tentang Hukum berjenggot.
Hukum Memelihara dan Mencukur Jenggot
Sedikit saya kutip keterangan mengenai jenggot dari Ustadz Idrus Ramli, Nabi Muhammad SAW bersabda:
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ
فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)
Dari Ibn
Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berbeda dengan
orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”. Dan ketika
Ibn Umar melaksanakan haji atau umrah, beliau memegang jenggotnya, dan
ia pun memotong bagian yang melebihi genggamannya” (Shahih al-Bukhari,
5442)
Walaupun hadits ini menggunakan kata perintah, namun
tidak serta merta, kata tersebut menunjukkan kewajiban memanjangkan
jenggot serta kewajiban mencukur kumis. Kalangan Syafi’iyyah mengatakan
bahwa perintah itu menunjukkan sunnah. Perintah itu tidak menunjukkan
sesuatu yang pasti atau tegas (dengan bukti Ibnu Umar sebagai sahabat
yang mendengar langsung sabda Nabi Muhammad Saw tersebut masih memotong
jenggot yang melebihi genggamannya). Sementara perintah yang wajib itu
hanya berlaku manakala perintahnya tegas.
Syaikhul Islam
Zakariya al-Anshari menyatakan mencukur jenggot adalah makruh khususnya
jenggot yang tumbuh pertama kali. Karena jenggot itu dapat menambah
ketampanan dan membuat wajah menjadi rupawan. (Asnal Mathalib, juz I hal
551)
Dari alasan ini sangat jelas bahwa alasan dari perintah
Nabi Muhammad SAW itu tidak murni urusan agama, tetapi juga terkait
dengan kebiasaan atau adat istiadat. Dan semua tahu bahwa jika suatu
perintah memiliki keterkaitan dengan adat, maka itu tidak bisa diartikan
dengan wajib. Hukum yang muncul dari perintah itu adalah sunnah atau
bahkan mubah.
Jika dibaca secara utuh, terlihat jelas bahwa
hadits tersebut berbicara dalam konteks perintah untuk tampil berbeda
dengan orang-orang musyrik. Imam al-Ramli menyatakan, “Perintah itu
bukan karena jenggotnya. Guru kami mengatakan bahwa mencukur jenggot itu
menyerupai orang kafir dan Rasululullah SAW sangat mencela hal itu,
bahkan Rasul SAW mencelanya sama seperti mencela orang kafir” (Hasyiyah
Asnal Mathalib, juz IV hal 162)
Atas dasar pertimbangan ini,
maka ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa memelihara jenggot dan mencukur
kumis adalah sunnah, tidak wajib. Oleh karena itu tidak ada dosa bagi
orang yang mencukur jenggotnya. Apalagi bagi seorang yang malah hilang
ketampanan dan kebersihan serta kewibawaannya ketika ada jenggot di
wajahnya. Misalnya apabila seseorang memiliki bentuk wajah yang tidak
sesuai jika ditumbuhi jenggot, atau jenggot yang tumbuh hanya sedikit.
Adapun
pendapat yang mengarahkan perintah itu pada suatu kewajiban adalah
tidak memiliki dasar yang kuat. Al-Halimi dalam kitab Manahij menyatakan
bahwa pendapat yang mewajibkan memanjangkan jenggot dan haram
mencukurnya adalah pendapat yang lemah. (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz V
hal 551). Imam Ibn Qasim al-abbadi menyatakan bahwa pendapat yang
menyatakan keharaman mencukur jenggot menyalahi pendapat yang dipegangi
(mu’tamad). (Hasyiah Tuhfatul Muhtaj Syarh al-Minhaj, juz IX hal
375-376)
Batas Sunnah Memelihara Jenggot
Dalam riwayat Bukhari terdapat redaksi kelanjutan hadis diatas:
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ (رواه البخاري رقم 5892)
“Ibnu
Umar ketika haji atau umrah memegang jenggotnya, maka apa yang melebihi
(genggamannya) ia memotongnya” (HR Bukhari No 5892)
al-Hafidz Ibnu Hajar menyampaikan riwayat yang lain:
al-Hafidz Ibnu Hajar menyampaikan riwayat yang lain:
وَقَدْ
أَخْرَجَهُ مَالِك فِي الْمُوَطَّأ " عَنْ نَافِع بِلَفْظِ كَانَ اِبْن
عُمَر إِذَا حَلَقَ رَأْسه فِي حَجّ أَوْ عَمْرَة أَخَذَ مِنْ لِحْيَته
وَشَارِبه " (فتح الباري لابن حجر - ج 16 / ص 483)
“Dan
telah diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwatha’ dari Nafi’ dengan
redaksi: Ibnu Umar jika mencukur rambutnya saat haji atau umrah, ia juga
memotong jenggot dan kumisnya” (Fath al-Baarii 16/483)
Qadliy Iyadl menyatakan:“Hukum
mencukur, memotong, dan membakar jenggot adalah makruh. Sedangkan
memangkas kelebihan, dan merapikannya adalah perbuatan yang baik. Dan
membiarkannya panjang selama satu bulan adalah makruh, seperti makruhnya
memotong dan mengguntingnya.[/i]” (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).
Menurut Imam An-Nawawi, para ‘ulama berbeda pendapat, apakah satu bulan itu merupakan batasan atau tidak untuk memangkas jenggot (lihat juga penuturan Imam Ath-Thabari dalam masalah ini; al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, juz 10, hal. 350-351).
Sebagian ‘ulama tidak memberikan batasan apapun. Namun mereka tidak membiarkannya terus memanjang selama satu bulan, dan segera memotongnya bila telah mencapai satu bulan.
Imam Malik memakruhkan jenggot yang dibiarkan panjang sekali. Sebagian ‘ulama yang lain berpendapat bahwa panjang jenggot yang boleh dipelihara adalah segenggaman tangan. Bila ada kelebihannya (lebih dari segenggaman tangan) mesti dipotong. Sebagian lagi memakruhkan memangkas jenggot, kecuali saat haji dan umrah saja (lihat Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, hadits no. 383; dan lihat juga Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, hadits. No. 5442).
Menurut Imam Ath-Thabari, para ‘ulama juga berbeda pendapat dalam menentukan panjang jenggot yang harus dipotong. Sebagian ‘ulama tidak menetapkan panjang tertentu, akan tetapi dipotong sepantasnya dan secukupnya. Imam Hasan Al-Bashri biasa memangkas dan mencukur jenggot, hingga panjangnya pantas dan tidak merendahkan dirinya.
Jenggot dan Kecerdasan
Dalam kitab Akhbar Al-hamqa wal Mughaffilin Libnil Jauzy disebutkan:
Abdul Malik bin marwan berkata: Barang Siapa panjang jenggotnya maka ia sedikit akalnya, Ulama lain berkata: Barang siapa yang pendek perawakannya, kecil kepalanya dan panjang jenggotnya Maka jelas bagi muslimin untuk menisbatkan pada akalnya. Ashabul firosah berkata: ketika seseorang tinggi perawakan dan panjang jenggotnya maka bisa dipastikan ia orang yang bodoh.
Sebagian Ahli Hikmah mengatakan: Tempatnya akal itu pada otak, jalan jiwa itu melalui hidung dan tempat kebodohan itu pada panjangnya jenggot. Dan dari sa'd bin Manshur mengatakan: aku berkata kepada ibn idris: Apakah kamu tahu sulam bin abi hafshah? dia menjawab: iya, aku melihat panjang jenggotnya dan dia bodoh.
Ziad berkata: Tidaklah tambah lelaki yang jenggotnya melebihi genggammannya, kecuali hanya tambah kurang akalnya(kecerdasannya)
Menurut Imam An-Nawawi, para ‘ulama berbeda pendapat, apakah satu bulan itu merupakan batasan atau tidak untuk memangkas jenggot (lihat juga penuturan Imam Ath-Thabari dalam masalah ini; al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, juz 10, hal. 350-351).
Sebagian ‘ulama tidak memberikan batasan apapun. Namun mereka tidak membiarkannya terus memanjang selama satu bulan, dan segera memotongnya bila telah mencapai satu bulan.
Imam Malik memakruhkan jenggot yang dibiarkan panjang sekali. Sebagian ‘ulama yang lain berpendapat bahwa panjang jenggot yang boleh dipelihara adalah segenggaman tangan. Bila ada kelebihannya (lebih dari segenggaman tangan) mesti dipotong. Sebagian lagi memakruhkan memangkas jenggot, kecuali saat haji dan umrah saja (lihat Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, hadits no. 383; dan lihat juga Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, hadits. No. 5442).
Menurut Imam Ath-Thabari, para ‘ulama juga berbeda pendapat dalam menentukan panjang jenggot yang harus dipotong. Sebagian ‘ulama tidak menetapkan panjang tertentu, akan tetapi dipotong sepantasnya dan secukupnya. Imam Hasan Al-Bashri biasa memangkas dan mencukur jenggot, hingga panjangnya pantas dan tidak merendahkan dirinya.
Jenggot dan Kecerdasan
Dalam kitab Akhbar Al-hamqa wal Mughaffilin Libnil Jauzy disebutkan:
قال
عبد الملك بن مروان: من طالت لحيته فهو كوسجٌ في عقله. وقال غيره: من
قصرت قامته، وصغرت هامته، وطالت لحيته، فحقيقاً على المسلمين أن يعزوه في
عقله. وقال أصحاب الفراسة: إذا كان الرجل طويل القامة واللحية فاحكم
عليه بالحمق،
...... الى ان قال ......
وقال بعض الحكماء: موضع العقل الدماغ، وطريق الروح الأنف، وموضع الرعونة طويل اللحية. وعن سعد بن منصور أنه قال: قلت لابن إدريس: أرأيت سلام بن أبي حفصة؟ قال: نعم، رأيته طويل اللحية وكان أحمق.
...... الى ان قال ......
. قال زياد ابن أبيه: ما زادت لحية رجل على قبضته، إلا كان ما زاد فيها نقصاً من عقله.
...... الى ان قال ......
وقال بعض الحكماء: موضع العقل الدماغ، وطريق الروح الأنف، وموضع الرعونة طويل اللحية. وعن سعد بن منصور أنه قال: قلت لابن إدريس: أرأيت سلام بن أبي حفصة؟ قال: نعم، رأيته طويل اللحية وكان أحمق.
...... الى ان قال ......
. قال زياد ابن أبيه: ما زادت لحية رجل على قبضته، إلا كان ما زاد فيها نقصاً من عقله.
Abdul Malik bin marwan berkata: Barang Siapa panjang jenggotnya maka ia sedikit akalnya, Ulama lain berkata: Barang siapa yang pendek perawakannya, kecil kepalanya dan panjang jenggotnya Maka jelas bagi muslimin untuk menisbatkan pada akalnya. Ashabul firosah berkata: ketika seseorang tinggi perawakan dan panjang jenggotnya maka bisa dipastikan ia orang yang bodoh.
Sebagian Ahli Hikmah mengatakan: Tempatnya akal itu pada otak, jalan jiwa itu melalui hidung dan tempat kebodohan itu pada panjangnya jenggot. Dan dari sa'd bin Manshur mengatakan: aku berkata kepada ibn idris: Apakah kamu tahu sulam bin abi hafshah? dia menjawab: iya, aku melihat panjang jenggotnya dan dia bodoh.
Ziad berkata: Tidaklah tambah lelaki yang jenggotnya melebihi genggammannya, kecuali hanya tambah kurang akalnya(kecerdasannya)
قال بعض الشعراء: متقارب:
إذا عرضت للفتى لـحـيةٌ
وطالت فصارت إلى سرته
فنقصان عقل الفتى عندنـا
بمقدار ما زاد في لحيتـه
Sebagian penyair berkata dengan Bahar Mutaqarib:
Ketika pemuda mempunyai jenggot lebar dan panjang sampai pusarnya, maka kalnya(kecerdasannya) berkurang seukuran panjang jenggotnya(semakin panjang semakin kurang).
Kesimpulan
Hukum mencukur jenggot terdapat khilaf, palagi kalau kita bawa ke ranah lintas madzhab sangat banyak sekali khilafnya, sedangkan untuk panjang jenggot itu sampai berapa? sebagian mengatakan seukuran genggaman tangannya, bahkan jika melebihi genggaman tidak akan nampak kealimannya justru kebodohannya dan semakin panjang akan semakin nampak kebodohannya.
Yang terpenting dari penjelasan ini adalah sebagai Muslim sudah seharusnya ta'dzim dengan Ulama yang pendapatnya belum kita ketahui dalilnya, karena bukan mereka yang keliru namun kita yang masih minim pengetahuan agama. Wallahu a'lam.
Hamim Mustofa Nerashuke
Blitar, 13 September 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar