Bagi sebagian kalangan hal-hal berikut dipandang tabu untuk dibicarakan,namun ISLAM yang begitu kaffah telah mengaturnya , tentunya ini adalah bagian dari pengetahuan agama,bahkan termasuk wajib aini.dikutip dari beberapa pendapat ulama yang sangat masyhur keilmuan dan kedekatannya kepada Allah swt,semoga menjadi tambahan pengetahuan kita dan bermanfaat baik bagi yang telah menjalani rumah tangga atau bekal bagi yang belum berumah-tangga
ﺫﻛﺮ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺃﻥ ﺍﻟﺘﻘﺒﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺧﻤﺴﺔ ﺃﻭﺟ
ﻗﺒﻠﺔ ﺍﻟﻤﻮﺩﺓ ﻟﻠﻮﻟﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺨﺪ ، ﻭﻗﺒﻠﺔ ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﻟﻮﺍﻟﺪﻳﻪ
ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺃﺱ ، ﻭﻗﺒﻠﺔ ﺍﻟﺸﻔﻘﺔ ﻷﺧﻴﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺠﺒﻬﺔ ،
ﻭﻗﺒﻠﺔ ﺍﻟﺸﻬﻮﺓ ﻻﻣﺮﺃﺗﻪ ﺃﻭ ﺃﻣﺘﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻔﻢ ، ﻭﻗﺒﻠﺔ
ﺍﻟﺘﺤﻴﺔ ﻟﻠﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻴﺪ
ﻭﺯﺍﺩ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻗﺒﻠﺔ ﺍﻟﺪﻳﺎﻧﺔ ﻟﻠﺤﺠﺮ ﺍﻷﺳﻮﺩ
Sebagian pakar fikih menyebutkan bahwa ciuman itu ada lima jenis.
1 Ciuman cinta, itulah ciuman kepada anak di pipinya
2 Ciuman belas kasihan, itulah ciuman kepada ibu dan bapak di kepalanya
3 Ciuman sayang, itulah ciuman kepada saudara di dahinya
4 Ciuman birahi, itulah ciuman kepada istri atau budak perempuan di mulutnya
5 Ciuman penghormatan, itulah ciuman di tangan untuk orang-orang yang beriman.
6 Sebagian pakar fikih menyebutkan adanya ciuman jenis keenam yaitu ciuman syar’i yang ditujukan kepada hajar aswad Ad Durr al Mukhtar yang dicetak bersama
Hasyiah Ibnu Abidin 5/246
Al Adab al Syar’iyyah karya Ibnu Muflih
2/272 dan 272
JENIS CIUMAN YANG TERLARANG
Ciuman untuk wanita ajnabiah (bukan istri
dan bukan mahram)
ﺍﺗﻔﻖ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﻋﺪﻡ ﺟﻮﺍﺯ ﻟﻤﺲ ﻭﺗﻘﺒﻴﻞ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ
ﺍﻷﺟﻨﺒﻴﺔ ﻭﻟﻮ ﻟﻠﺨﻄﺒﺔ
Seluruh pakar fikih bersepakat bahwa sentuhan dan ciuman kepada wanita ajnabiah adalah terlarang meski dalam rangka meminang wanita tersebut
Referensi
Ibnu Abidin 5/233-234 dan 237
Jawahir al Iklil 1/275,
Al Qalyubi 3/208
Nihayah al Muhtaj 6/190
Kasyaf al Qana’ 5/10
Al Mughni 6/553
CIUMAN KEPADA AMRAD (LAKI-LAKI YANG BELUM BERJENGGOT)
ﺍﻷﻣﺮﺩ ﺇﺫﺍ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺻﺒﻴﺢ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻓﺤﻜﻤﻪ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ
ﻓﻲ ﺟﻮﺍﺯ ﺗﻘﺒﻴﻠﻪ ﻟﻠﻮﺩﺍﻉ ﻭﺍﻟﺸﻔﻘﺔ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﺸﻬﻮﺓ ، ﺃﻣﺎ
ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺻﺒﻴﺢ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻳﺸﺘﻬﻰ ﻓﻴﺄﺧﺬ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻭﺇﻥ
ﺍﺗﺤﺪ ﺍﻟﺠﻨﺲ ، ﻓﺘﺤﺮﻡ ﻣﺼﺎﻓﺤﺘﻪ ﻭﺗﻘﺒﻴﻠﻪ ﻭﻣﻌﺎﻧﻘﺘﻪ
ﺑﻘﺼﺪ ﺍﻟﺘﻠﺬﺫ ﻋﻨﺪ ﻋﺎﻣﺔ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ
Jika amrad tersebut bukan ‘baby face’ maka statusnya sebagaimana umumnya laki-laki. Sehingga seorang laki-laki boleh menciumnya dalam rangka mengucapkan kata perpisahan karena hendak bepergian tau dengan maksud mengungkapkan rasa sayang asalkan tanpa birahi.
Namun jika amrad tersebut baby face’ yang menimbulkan syahwat maka statusnya
sebagaimana wanita bagi laki-laki yang lain. Sehingga seorang laki-laki tidak boleh
berjabat tangan, mencium dan memeluknya jika dengan maksud mencari
kenikmatan.Demikian pendapat mayoritas ulama pakar fikih
Ibnu Abidin 5/233
Al Zarqani 1/167
Jawahir al Iklil 1/20, 275
Al Jamal 4/126
Hasyiah al Qalyubi 2/213
Kasyaf al Qana’ 5/12-15
LAKI-LAKI MENCIUM LAKI-LAKI,PEREMPUAN MENCIUM PEREMPUAN
ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻠﺮﺟﻞ ﺗﻘﺒﻴﻞ ﻓﻢ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺃﻭ ﻳﺪﻩ ﺃﻭ ﺷﻲﺀ
ﻣﻨﻪ ، ﻭﻛﺬﺍ ﺗﻘﺒﻴﻞ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻟﻠﻤﺮﺃﺓ ، ﻭﺍﻟﻤﻌﺎﻧﻘﺔ ﻭﻣﻤﺎﺳﺔ
ﺍﻷﺑﺪﺍﻥ ، ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ ، ﻭﺫﻟﻚ ﻛﻠﻪ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ
ﺍﻟﺸﻬﻮﺓ ،
Tidak boleh bagi seorang laki-laki untuk
mencium mulut, tangan ataupun anggota
badan sesama laki-laki jika dengan syahwat. Demikian pula ciuman, pelukan dan sentuhan badan di antara sesama perempuan jika diiringi syahwat
ﻭﻫﺬﺍ ﺑﻼ ﺧﻼﻑ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﻟﻤﺎ ﺭﻭﻱ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ
ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻧﻪ : ﻧﻬﻰ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻜﺎﻣﻌﺔ
ﻭﻫﻲ : ﺍﻟﻤﻌﺎﻧﻘﺔ ، ﻭﻋﻦ ﺍﻟﻤﻌﺎﻛﻤﺔ ﻭﻫﻲ : ﺍﻟﺘﻘﺒﻴﻞ
Hal di atas adalah hukum yang tidak diperselisihkan oleh para ulama fikih dikarenakan ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melarang pelukan dan ciuman. Hadits di atas disebutkan oleh al Harawi dalam Gharib al Hadits 1/171 dari ‘Iyyasy
bin Abbas secara mursal
ﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻔﻢ ، ﻭﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﺍﻟﺒﺮ
ﻭﺍﻟﻜﺮﺍﻣﺔ ، ﺃﻭ ﻷﺟﻞ ﺍﻟﺸﻔﻘﺔ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻘﺎﺀ ﻭﺍﻟﻮﺩﺍﻉ ، ﻓﻼ
ﺑﺄﺱ ﺑﻪ
Namun jika ciuman tersebut tidak pada
mulut dan sebagai ungkapan penghormatan dan bakti atau untuk mengungkapkan rasa sayang saat bertemu ataupun berpisah maka hukumnya adalah boleh
Ibnu Abidin 5/244, 246
Al Binayah ala al Hidayah 9/326, 327
Jawahir al Iklil 1/20
Al Qolyubi 3/213
Hasyiah al Jamal ala Syarh al Minhaj 4/126
MENCIUM TANGAN ORANG YANG DZALIM
ﺻﺮﺡ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺑﻌﺪﻡ ﺟﻮﺍﺯ ﺗﻘﺒﻴﻞ ﻳﺪ ﺍﻟﻈﺎﻟﻢ ، ﻭﻗﺎﻟﻮﺍ :
ﺇﻧﻪ ﻣﻌﺼﻴﺔ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻋﻨﺪ ﺧﻮﻑ ،
Para ulama pakar fikih menegaskan tentang
tidak bolehnya mencium tangan orang
yang zalim (semisal polisi yang zalim dst,
preman dll, pent). Para ulama fikih
mengatakan bahwa perbuatan tersebut adalah maksiat kecuali dalam kondisi khawatir dizalimi jika tidak mencium tangannya
ﻗﺎﻝ ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺪﺭ : ﻻ ﺭﺧﺼﺔ ﻓﻲ ﺗﻘﺒﻴﻞ ﺍﻟﻴﺪ ﻟﻐﻴﺮ ﻋﺎﻟﻢ
ﻭﻋﺎﺩﻝ ، ﻭﻳﻜﺮﻩ ﻣﺎ ﻳﻔﻌﻠﻪ ﺍﻟﺠﻬﺎﻝ ﻣﻦ ﺗﻘﺒﻴﻞ ﻳﺪ ﻧﻔﺴﻪ
ﺇﺫﺍ ﻟﻘﻲ ﻏﻴﺮﻩ ، ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺗﻘﺒﻴﻞ ﻳﺪ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻘﺎﺀ ﺇﺫﺍ
ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻭﻻ ﻋﺎﺩﻻ ، ﻭﻻ ﻗﺼﺪ ﺗﻌﻈﻴﻢ
ﺇﺳﻼﻣﻪ ﻭﻻ ﺇﻛﺮﺍﻣﻪ
Penulis kitab ad Durr mengatakan, ‘Tidak ada keringanan dalam mencium tangan
seorang yang bukan ulama dan bukan orang yang shalih. Makruh hukumnya apa
yang dilakukan oleh orang-orang awam yang mencium tangannya sendiri ketika
berjumpa dengan orang lain. Demikian pula makruh hukumnya mencium tangan teman sendiri ketika berjumpa jika teman tersebut bukanlah seorang ulama ataupun orang yang shalih dan bukan karena maksud dengan menghormatinya atau menghormati statusnya sebagai seorang muslim
Ad Durr al Mukhtar dan Hasyiah Ibnu Abidin 5/245-246
ORAL SEX
Oral seks adalah aktivitas seksual yang menjadikan alat kelamin lelaki dan wanita sebagai obyek. Baik itu dengan cara mencium, mengecup, menjilat, mengulum, atau mempermainkan alat kelamin pasangannya. Baik dilakukan sebagai aktivitas pemanasan (foreplay) sebelum bersetubuh maupun sebagai sarana seks tersendiri untuk mencapai orgasme. Dalam istilah kontemporer, oral seks dibahasakan dengan ﺍﻟﺠﻨﺲ ﺍﻟﻔﻤﻮﻱ/ﺍﻟﺠﻨﺲ ﺍﻟﺸﻔﻮﻱ/ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ ﺍﻟﻔﻤﻮﻱ Seksual ==> ﺍﻟﺠﻨﺲ
Oral seks berupa dua macam, yakni aktivitas menjilat kelamin wanita oleh lelaki (Cunnilingus) dan aktivitas menghisap kelamin lelaki oleh wanita (Fellatio).
Mengenai Cunnilingus (oral seks pada kelamin wanita) disebutkan secara sharih keterangan kebolehannya oleh sejumlah ulama:
- Zainuddin al-Malaibari:
( ﺗﺘﻤﺔ ( ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻠﺰﻭﺝ ﻛﻞ ﺗﻤﺘﻊ ﻣﻨﻬﺎ ﺑﻤﺎ ﺳﻮﻯ ﺣﻠﻘﺔ ﺩﺑﺮﻫﺎ ﻭﻟﻮ ﺑﻤﺺ ﺑﻈﺮﻫﺎ
“Boleh bagi suami menikmati semua jenis aktivitas seks dari istrinya selain pada lingkaran duburnya, meskipun dilakukan dengan menghisap klitorisnya” (Fathul Mu’in, 3/340)
- Al-Bahuthi:
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﻳﺠﻮﺯ ﺗﻘﺒﻴﻞ ﻓﺮﺝ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ
“Qadhi Ibnu Muflih berkata: Boleh mencium kelamin isterinya sebelum bersetubuh” (Kasysyaful Qana’, 5/17)
- Al-Haththab:
ﻭﻗﺪ ﺭﻭﻱ ﻋﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ ﻻ ﺑﺄﺱ ﺃﻥ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﺮﺝ ﻓﻲ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ ﻭﺯﺍﺩ ﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ ﻭﻳﻠﺤﺴﻪ ﺑﻠﺴﺎﻧﻪ
“Disebutkan riwayat dari Imam Malik bahwasanya beliau berkata: Tidak apa- apa melihat kemaluan saat bersetubuh. Ditambahkan dalam riwayat lain: Serta menjilat kemaluan tersebut dengan lidahnya.” (Mawahib al-Jalil, 5/23)
- Al-Qurthubi
ﻭﻗﺪ ﻗﺎﻝ ﺃﺻﺒﻎ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﺎﺋﻨﺎ : ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﻠﺤﺴﻪ ﺑﻠﺴﺎﻧﻪ
“Ashbagh salah satu ulama [malikiyah] kami berkata: Boleh baginya [suami] menjilatnya [kemaluan istrinya] dengan lidahnya.” (Tafsir Al-Qurthubi, 12/232) Sedangkan mengenai Fellatio (oral seks pada kelamin lelaki) disebutkan secara mafhum dari dhabith umum kebolehan semua aktivitas seksual serta pendekatan-pendekatan tekstual dalam beragam literatur klasik:
- Dalam Fathul Mu’in tentang dhabith umum tamaththu’:
( ﺗﺘﻤﺔ ( ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻠﺰﻭﺝ ﻛﻞ ﺗﻤﺘﻊ ﻣﻨﻬﺎ ﺑﻤﺎ ﺳﻮﻯ ﺣﻠﻘﺔ ﺩﺑﺮﻫﺎ ﻭﻟﻮ ﺑﻤﺺ ﺑﻈﺮﻫﺎ
“Boleh bagi suami menikmati semua jenis aktivitas seks dari istrinya selain pada lingkaran duburnya, meskipun dilakukan dengan menghisap klitorisnya” (Fathul Mu’in, 3/340)
Mahallu syahid: ‘menikmati semua jenis aktivitas seks dari istrinya.
Dalam Tafsir ath-Thabari tentang obyek umum tamaththtu’ dzakar:
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺗﻤﻴﻢ ﻗﺎﻝ، ﺃﺧﺒﺮﻧﺎ ﺇﺳﺤﺎﻕ، ﻋﻦ ﺷﺮﻳﻚ، ﻋﻦ ﻟﻴﺚ ﻗﺎﻝ: ﺗﺬﺍﻛﺮﻧﺎ ﻋﻨﺪ ﻣﺠﺎﻫﺪ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻳﻼﻋﺐ ﺍﻣﺮﺃﺗﻪ ﻭﻫﻲ ﺣﺎﺋﺾ، ﻗﺎﻝ: ﺍﻃﻌﻦ ﺑﺬﻛﺮﻙ ﺣﻴﺚ ﺷﺌﺖ ﻓﻴﻤﺎ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻔﺨﺬﻳﻦ ﻭﺍﻷﻟﻴﺘﻴﻦ ﻭﺍﻟﺴﺮﺓ، ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﺑﺮ ﺃﻭ ﺍﻟﺤﻴﺾ.
“Telah menceritakan kepada kami Tamim, telah mengkhabarkan kepada kami Ishaq, dari Syarik, dari Laits berkata: Kami di sisi Mujahid membicarakan tentang seorang lelaki yang mencumbu istrinya saat Haid. Mujahid berkata; “Tusukkan alat kelaminmu di manapun yang engkau kehendaki; di antara dua paha, dua pantat, dan pusar. Selama tidak di anus atau saat datang haidh.” (Tasfir ath- Thabari, 4/380)
Mahallu syahid: ‘Tusukkan alat kelaminmu di manapun yang engkau kehendaki.
Dalam Hasyiyah ad-Dasuqi tentang hukum asal mubahnya tubuh istri selama tidak ada ketentuan khusus nash:
ﻗَﻮْﻟُﻪُ ) ﻓَﻴَﺠُﻮﺯُ ﺍﻟﺘَّﻤَﺘُّﻊُ ﺑِﻈَﺎﻫِﺮِﻩِ ( ﺃَﻱْ ﻭَﻟَﻮْ ﺑِﻮَﺿْﻊِ ﺍﻟﺬَّﻛَﺮِ ﻋﻠﻴﻪ ﻭَﺍﻟْﻤُﺮَﺍﺩُ ﺑِﻈَﺎﻫِﺮِﻩِ ﻓَﻤُﻪُ ﻣﻦ ﺧَﺎﺭِﺝٍ ﻭﻣﺎ ﺫَﻛَﺮَﻩُ ﺍﻟﺸَّﺎﺭِﺡُ ﻣﻦ ﺟَﻮَﺍﺯِ ﺍﻟﺘَّﻤَﺘُّﻊِ ﺑِﻈَﺎﻫِﺮِ ﺍﻟﺪُّﺑُﺮِ ﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﺫَﻛَﺮَﻩُ ﺍﻟْﺒُﺮْﺯُﻟِﻲُّ ﻗَﺎﺋِﻠًﺎ ﻭَﻭَﺟْﻬُﻪُ ﻋِﻨْﺪِﻱ ﺃَﻧَّﻪُ ﻛَﺴَﺎﺋِﺮِ ﺟَﺴَﺪِ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓِ ﻭَﺟَﻤِﻴﻌُﻪُ ﻣُﺒَﺎﺡٌ ﺇﺫْ ﻟﻢ ﻳَﺮِﺩْ ﻣﺎ ﻳَﺨُﺺُّ ﺑَﻌْﻀُﻪُ ﻋﻦ ﺑَﻌْﺾٍ ﺑِﺨِﻠَﺎﻑِ ﺑَﺎﻃِﻨِﻪِ ﺍﻩ
“[Diperbolehkan mencumbui pada luar dubur] yakni walau dengan menaruh kemaluan di atasnya. Yang dimaksud dengan luar dubur yaitu mulut dubur dari arah luar tubuh.
Pendapat Pensyarah tentang kebolehan mencumbui luar dubur adalah sebagaimana yang dikatakan oleh al-Burzuli, dia berkata: ‘Konsepnya, menurutku, bagian luar dubur adalah sebagaimana keseluruhan bagian tubuh wanita, kesemua tubuh wanita diperbolehkan mengingat tidak dijumpai ketentuan khusus nash pada bagian tubuh wanita tertentu, berbeda dengan bagian dalam dubur.’ Demikian perkataan al-Burzuli. ” (Hasyiyah ad- Dasuqi, 2/216)
Mahallu syahid: ‘Kesemua tubuh wanita diperbolehkan mengingat tidak dijumpai ketentuan khusus nash pada bagian tubuh wanita tertentu’.
- Dalam al-Inshaf tentang mencium dzakar:
ﺍﻟﺜﺎﻧﻴﺔ: ﻟﻴﺲ ﻟﻬﺎ ﺍﺳﺘﺪﺧﺎﻝ ﺫﻛﺮ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﻭﻫﻮ ﻧﺎﺋﻢ ﺑﻼ ﺇﺫﻧﻪ ﻭﻟﻬﺎ ﻟﻤﺴﻪ ﻭﺗﻘﺒﻴﻠﻪ ﺑﺸﻬﻮﺓ
“Tidak berhak bagi istri memasukkan alat kelamin suaminya tanpa seijinnya sementara suami dalam keadaan tidur, namun istri boleh merabanya dan menciumnya dengan syahwat” (al-Inshaf, 8/27)
- Dalam al-Mughni li Ibni Qudamah tentang kesunahan foreplay:
ﻭﻗﺪ ﺭﻭﻱ ﻋﻦ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ : ﻻ ﺗﻮﺍﻗﻌﻬﺎ ﺇﻻ ﻭﻗﺪ ﺃﺗﺎﻫﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﻬﻮﺓ ﻣﺜﻞ ﻣﺎ ﺃﺗﺎﻙ ﻟﻜﻴﻼ ﺗﺴﺒﻘﻬﺎ ﺑﺎﻟﻔﺮﺍﻍ
“Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz, dari Nabi SAW bahwasanya beliau berkata: Janganlah engkau menyetubuhinya kecuali dia telah bangkit syahwatnya sebagaimana dirimu, agar engkau tidak mendahuluinya dalam klimaks.” (al-Mughni li Ibnu Qudamah, 8/136)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar