Rabu, 14 Oktober 2015

Menjama’ Shalat Jum’at dan Ashar


Dalam syariat Islam menjama’ shalat dzuhur dan shalat ashar baik itu dengan jama’ takdim maupun jama’ takhir dibolehkan menurut pendapat tiga Imam (Maliki, Syafi’I dan Hambali) kecuali Abu Hanifah yang menurut beliau sama sekali tidak dibolehkan menjama’ antara dua shalat karena sebab udzur perjalanan kecuali di Arafah dan Muzdalifah ( Mizanul Kubra : Dar Al Fikr, Bab Shalatul Musafir, Halaman 198). Al Imam Taqiyuddin Abi Bakr  bin Muhammad Husaini Al Hishni Ad Dimasyqi As Syafi’I (Ulama yang hidup tahun 9 Hijriyah) dalam Kifayatul Akhyar Fi Hilli Ghayatil Ikhtishar menjelaskan berdasarkan madzhab Syafi’i :
( ويجوز للمسافر أن يجمع بين الظهر والعصر وبين المغرب والعشاء في وقت أيهما شاء )
 يجوز الجمع بين الظهر والعصر وبين المغرب والعشاء جمع تقديم في وقت الأولى وجمع تأخير في وقت الثانية في السفر الطويل ولا تجمع الصبح إلى غيرها ولا العصر إلى المغرب  والأصل في ذلك ما رواه معاذ بن جبل رضي الله عنه قال
( خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في غزوة تبوك فكان يجمع بين الظهر والعصر والمغرب والعشاء فأخر الصلاة يوما ثم خرج فصلى الظهر والعصر جميعا ثم دخل ثم خرج فصلى المغرب والعشاء جميعا )

“(Dibolehkan bagi seorang musafir menjama’ antara Dzuhur dan Ashar dan antara Magrib dan Isya’ pada waktu kapan saja dia menginginkan). Dibolehkan menjama’ antara Dzuhur dan Ashar dan antara Magrib dan Isya’ dengan jama’ taqdim pada waktu shalat pertama dan jama’ takhir pada waktu shalat kedua dalam perjalanan yang panjang. Shalat Subuh tidak bisa dijama’ dengan shalat yang lain begitu pula Ashar tidak bisa dijama’ dengan Magrib. Dasar ketentuan tersebut berdasarkan riwayat Muad bin Jabal RA. Beliau berkata :  Kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika perang Tabuk, lalu beliau melakukan shalat zhuhur dan ashar sekaligus, maghrib dan isya` sekaligus.” (Kifayatul Akhyar Fi Hilli Ghayatil Ikhtishar : Darul Ilmi, halaman 116-117)
Hadits Di atas yang disebutkan oleh Imam Taqiyuddin diriwayatkan Oleh Imam Muslim :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُونُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ عَامِرٍ عَنْ مُعَاذٍ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ فَكَانَ يُصَلِّي الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdullah bin Yunus telah menceritakan kepada kami Zuhair telah menceritakan kepada kami Abu Zubair dari Abu Thufail Amir dari Mu'adz katanya; "Kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika perang Tabuk, lalu beliau melakukan shalat zhuhur dan ashar sekaligus, maghrib dan isya` sekaligus. ( HR. Imam Muslim, dalam Shahih Muslim, Kitab : Shalat Al Musafirin wa Qosriha, Bab : Al Jam’u Baina Sholatain fi Al Hadhori )
Kemudian ada pertanyaan berkenaan dengan kasus bolehkah menurut Syariat  jika kita menjama’ Shalat Jum’at pengganti shalat Dhuhur dengan shalat Ashar? Dalam perjalanan.
Imam As Sya’rani di dalam Kitab Mizanul Kubra menjelaskan bahwa Para Imam Mujtahid sepakat bahwa shalat Jum’at Wajib Fardhu Ain, dan orang yang berpendapat Fardhu Kifayah adalah salah. Dan shalat Jumat itu wajib bagi orang yang menetap bukan orang yang dalam perjalanan, kecuali pendapatnya Az  Zuhri dan An Nakha’I bahwa Jumat wajib bagi musafir apabila ia mendengar panggilan adzan. Dan mereka bersepakat bahwa musafir apabila melewati sebuah daerah yang didalamnya ada Jumat, dibolehkan memilih antara sholat Jum’at atau Dzuhur ( Mizanul Kubra : Dar Al Fikr, Bab Shalatul Musafir, Halaman 201)
Kemudian Imam Taqiyuddien menjelaskan berkenaan menjama’ shalat Jumat dengan Shalat Ashar :
وكما يجوز الجمع بين الظهر والعصر يجوز الجمع بين الجمعة والعصر ثم إذا جمع بالتقديم فيشترط في ذلك ما شرط في جمع السفر
Sebagaimana dibolehkan menjama’ Shalat Dzuhur dengan Ashar, dibolehkan juga menjama’ Shalat Jum’at dengan shalat Ashar, kemudian bila menjama’ takdim disyaratkan apa-apa yang menjadi sarat-sarat dalam menjama’ karena dalam perjalanan.” (Kifayatul Akhyar Fi Hilli Ghayatil Ikhtishar : Darul Ilmi, halaman 117)
Syarat-syarat menjama’ takdim :
1.     Memulai dengan shalat yang pertama, yaitu Dzuhur/Jumat
2.     Berurutan dengan melakukan shalat yang pertama kemudian yang kedua.
3.     Niat menjama’ pada waktu takbiratul Ihram shalat yang pertama atau pada pertengahannya, dan tidak sah jika niatnya setelah selesai salam.
Kesimpulannya bagi seorang musafir dibolehkan untuk melaksanakan shalat dzuhur atau Shalat Jumat sekaligus di jama’ dengan jama’ takdim dengan shalat Ashar, ketika shalat Dzuhur sebanyak 4 rakaat, dan ketika shalat Jumat 2 rakaat dengan berjamaah kepada seorang imam yang Muqim (yang menetap) dengan niat Jama’ Takdim. Kemudian setelah selesai shalat Jumat dilanjutkan dengan menjama’ dengan  melaksanakan shalat Ashar. Demikian Wallahu a’lam bissowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Qonun Asasi Nahdlatul 'Ulama

  MUQODDIMAH_QONUN_ASASI_NU (Pendahuluan Fondasi Dasar Jam'iyyah NU)   Jam'iyyah Nahdhotul 'Ulama' mempunyai garis...