Minggu, 02 Maret 2014

SEPUTAR HUKUM DAN MANFAAT KHITAN BAGI WANITA

Metode Khitan pada Wanita

Banyak di antara wanita yang masih belum memahami bagaimanakah metode khitan wanita yang benar. Mengenai masalah hukum khitan bagi wanita sudah kerap kali dibahas dalam bahasan fikih.
Yang jelas, hukum yang lebih tepat adalah sunnah, bukan wajib.
Mengenai bagaimanakah metode yang benar dalam khitan wanita akan dibahas oleh dr. Raehanul Bahraen berikut ini. Beliau pun akan menjelaskan beberapa metode yang keliru dalam proses khitan. Bagian yang Dikhitan Bagian yang disunat atau dikhitan adalah klitoral hood (kulit penutup klitoris).
Apa itu Klitoral Hood? Sebagaimana disebutkan dalam Wikipedia (English) “Clitoral hood, (also called preputium clitoridis and clitoral prepuce), is a fold of skin that surrounds and protects the clitoral glans. It develops as part of the labia minora and is homologous with the foreskin (equally called prepuce) in male genitals.” (http:// en.wikipedia.org/wiki/Clitoral_hood)
“Klitoral hood atau disebut juga preputium clitoridis and clitoral prepuce adalah lipatan kulit yang mengelilingi dan melindungi clitoral glans (batang klitoris). Berkembang sebagai bagian dari labia (bibir)minora dan merupakan homolog dari kulup penis (biasa disebut preputium) pada kelamin laki-laki.” Pengertian dari kamus kedokteran Dorland, “Lipatan yang terbentuk oleh penyatuan labia minora anterior (depan) dan bersatu dengan glans klitoris.” (Dorland hal 1762, edisi 29, EGC)
Jadi klitoris terdiri dari glans (batang) klitoris atau yang dikenal oleh orang awam dengan “klitoris” saja dan klitolral hood yang merupakan kulit pembungkusnya.


pendapat para ulama mengenai hal ini

ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﺑْﻦ ﺍﻟﺼّﺒﺎﻍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸَّﺎﻣِﻞ ﺍﻟْﻮَﺍﺟِﺐ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺃَﻥ ﻳﻘﻄﻊ ﺍﻟْﺠﻠْﺪَﺓ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟْﺤَﺸَﻔَﺔ ﺣَﺘَّﻰ ﺗﻨﻜﺸﻒ ﺟَﻤِﻴﻌﻬَﺎ ﻭَﺃﻣﺎ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓ ﻓﻠﻬَﺎ ﻋﺬﺭﺗﺎﻥ ﺇِﺣْﺪَﺍﻫﻤَﺎ ﺑَﻜَﺎﺭَﺗﻬَﺎ ﻭَﺍﻟْﺄُﺧْﺮَﻯ ﻫِﻲَ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻳﺠﺐ ﻗﻄﻌﻬَﺎ ﻭَﻫِﻲ ﻛﻌﺮﻑ ﺍﻟﺪﻳﻚ ﻓِﻲ ﺃَﻋﻠَﻰ ﺍﻟْﻔﺮﺝ ﺑَﻴﻦ ﺍﻟﺸﻔﺮﻳﻦ ﻭَﺇِﺫﺍ ﻗﻄﻌﺖ ﻳﺒْﻘﻰ ﺃَﺻْﻠﻬَﺎ ﻛﺎﻟﻨﻮﺍﺓ

“Ibnu Shobag berkata dalam Asy- Syamil, ‘ Wajib bagi laki- laki memotong kulit (ﺍﻟﺠﻠﺪﺓ) kepala penis sampai kepala penis terlihat seluruhnya. Adapun wanita ada dua penghalang, salah satunya selaput keperawanannya dan yang lain adalah yang wajib dipotong yaitu seperti jengger ayam pada bagian vagina, terletak diantara dua mulut vagina, jika dipotong maka pangkalnya akan tetap seperti biji (ﺍﻟﻨﻮﺍﺓ).”
(Tuhfatul Maudud biahkamil Maulud, 1: 191, Darul Bayan, As-Syamilah)


Al Mawardi rahimahullah berkata,

ﻭَﺃﻣﺎ ﺧﻔﺾ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓ ﻓَﻬُﻮَ ﻗﻄﻊ ﺟﻠﺪَﺓ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻔﺮﺝ ﻓَﻮﻕ ﻣﺪْﺧﻞ ﺍﻟﺬّﻛﺮ ﻭﻣﺨﺮﺝ ﺍﻟْﺒَﻮْﻝ ﻋﻠﻰ ﺃﺻﻞ ﻛﺎﻟﻨﻮﺍﺓ ﻭَﻳُﺆْﺧَﺬ ﻣِﻨْﻪُ ﺍﻟْﺠﻠْﺪَﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻌﻠﻴﺔ ﺩﻭﻥ ﺃَﺻْﻠﻬَﺎ

“Adapun cara mengkhitan wanita yaitu memotong kulit ( ﺍﻟﺠﻠﺪﺓ) pada vagina di atas tempat penetrasi penis dan saluran kencing, di atas pangkal yang berbentuk seperti biji (ﺍﻟﻨﻮﺍﺓ). Diambil dari situ kulitnya tanpa mengambil pangkalnya.”
(Tuhfatul Maudud biahkamil Maulud, 1: 192, Darul Bayan, Asy-Syamilah)


Imam Nawawi rahimahullah berkata,

ﺍﻟﻮﺍﺟﺐ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻗﻄﻊ ﻣﺎ ﻳﻨﻄﻠﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻻﺳﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻠﺪﺓ ﺍﻟﺘﻲ ﻛﻌﺮﻑ ﺍﻟﺪﻳﻚ ﻓﻮﻕ ﻣﺨﺮﺝ ﺍﻟﺒﻮﻝ, ﺻﺮﺡ ﺑﺬﻟﻚ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻭ ﺍﺗﻘﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ. ﻗﺎﻟﻮﺍ: ﻭ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﻘﺘﺼﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻋﻠﻰ ﺷﻴﺊ ﻳﺴﻴﺮ ﻭﻻ ﻳﺒﺎﻟﻎ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﻄﻊ

“Yang wajib dipotong pada wanita (saat khitan) adalah apa yang dikenal dengan sebutan kulit (ﺍﻟﺠﻠﺪﺓ) yang bentuknya seperti jengger ayam di atas saluran kencing. Itulah yang ditegaskan dan disepakati oleh ulama mazhab kami. Mereka mengatakan, ‘dianjurkan memotong sedikit saja dan jangan berlebihan dalam memotong’.”
(Al- Ma’jmu’, 1: 350)

Yang perlu diperhatikan dari perkataan ulama adalah kata “kulit ( ﺍﻟﺠﻠﺪﺓ)” sehingga yang dimaksud adalah klitoral hood bukan batang klitoris atau glans. Orang awam banyak yang mengira wanita yang disunat adalah klitorisnya.
Kemudian kata “biji (ﺍﻟﻨﻮﺍﺓ)” yang di jelaskan “pangkal dan tidak diambil” . maka, tidak diragukan ini adalah glans (batang) klitoris karena bentuknya memang seperti biji. Kemudian kata “seperti jengger ayam” (ﻛﻌﺮﻑ ﺍﻟﺪﻳﻚ) di atas saluran kencing, kata ini semakin meyakinkan bahwa yang dimaksud adalah klitoral hood. Memang labia minora maupun labia mayora berbentuk seperti jengger ayam.
Akan tetapi keduanya ada dua pasang dan letaknya disamping. Sebenarnya untuk lebih jelasnya langsung melihat gambar, akan tetapi kami sarankan laki-laki tidak mencari gambarnya dan bagi wanita kami sarankan untuk mencari gambarnya sehingga kelak ada yang bisa melakukan khitan bagi wanita.


Alasan Secara Anatomi 
Kedokteran Telah dijelaskan bahwa klitoral hood adalah homolog dari kulup penis/ preputium.
Homolog merupakan istilah bahwa keduanya adalah organ awal yang sama ketika tahap embriologi. Dalam perkembangannya embrio organ genital berkembang sesuai dengan jenis kelaminnya.
Pada laki-laki yang disunat adalah kulup penis maka pada wanita juga demikian. Sedangkan klitoris merupakan homolog dari penis. Hanya saja penis pada laki-laki berkembang terisi dengan bulbus cavernosus dan bulbus spongiosum serta pembuluh darah. Jika memotong klitoris maka sebagaimana memotong penis pada laki-laki. Sebagaimana ma’ruf dalam syariat bahwa hukum asal perintah bagi laki- laki sama dengan wanita sampai ada dalil yang memalingkannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda


, ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﺷﻘﺎﺋﻖ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ
“Wanita itu saudara kandung laki- laki.”
(HR. Abu Daud 236, Tirmidzi 113, Ahmad 6: 256 dengan sanad hasan).


Metode Khitan Wanita yang Salah

1. Memotong klitoral hood berlebihan Hadist Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kepada Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha (wanita tukang khitan),
ﺍﺧْﻔِﻀِﻲ، ﻭَﻻ ﺗُﻨْﻬِﻜِﻲ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺃَﻧْﻀَﺮُ ﻟِﻠْﻮَﺟْﻪِ، ﻭَﺃَﺣْﻈَﻰ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﺰَّﻭْﺝ
“Apabila engkau mengkhitan wanita potonglah sedikit, dan janganlah berlebihan (dalam memotong bagian yang dikhitan), karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih menyenangkan (memberi semangat) bagi suami.”
(HR. Abu Daud 5271, Al Hakim 3: 525, Ibnu Ady dalam Al-Kamil 3: 1083 dan Al Khatib dalam Tarikhnya 12: 291, shahih)

2.Memotong labia minor atau labiya mayora (bibir vagina) Hal ini yang diungkapkan oleh peneliti Dr. Olayinka kos-Thomas dalam bukunya, The Circumcision of Women: A Strategy for Eradication, mengatakan bahwa sunat pada wanita Afrika memiliki tiga macam yang masih dipraktekkan hingga saat ini.

Pertama yang disebut “sunna“, yaitu terjadi clitorydectomy, pemotongan habis seluruh klitoris wanita yang disunat
Kedua ialah eksisi atau pemotongan seluruh klitoris dan seluruh bagian dari labia minora, bibir kelamin.
Ketiga, jauh lebih parah, yaitu dipotongnya semua bagian klitoris, labia minora, berikut labia majora, dan dijahitnya vulva, lubang kelamin. hanya sedikit yang tersisa, sekedar untuk aliran urine dan mensturasi.

3. Memotong klitoris Sudah kita bahas sebelumnya, agar lebih meyakinkan kami nukil penyataan perwakilan ulul amridalam bidang kesehatan, yaitu Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan, drg. Murti Utami mengatakan sunat perempuan yang diatur dalam Permenkes No. 1636/ MENKES/ PER/2010 tentang Sunat Perempuan berbeda dengan definisi Female Genital Mutilation (FGM) versi organisasi kesehatan dunia atau WHO.


Beberapa keterangan ulama

وفي المجمع الإشمام أخذ اليسير في ختان المرأة والنهك المبالغة في القطع . انتهى

قال النووي : ويسمى ختان الرجل إعذارا بذال معجمة وختان المرأة خفضا بخاء وضاد معجمتين ، انتهى وفي فتح الباري قال الماوردي : ختان الذكر قطع الجلدة التي تغطي الحشفة والمستحب أن تستوعب من أصلها عند أول الحشفة وأقل ما يجزئ أن لا يبقى منها ما يتغشى به شيء من الحشفة

وقال إمام الحرمين المستحق في الرجال قطع القلفة وهي الجلدة التي تغطي الحشفة حتى لا يبقى من الجلدة شيء متدل وقال ابن الصباغ : حتى تنكشف جميع [ ص: 146 ] الحشفة ويتأدى الواجب بقطع شيء مما فوق الحشفة وإن قل بشرط أن يستوعب القطع تدوير رأسها قال النووي : وهو شاذ والأول هو المعتمد

قال الإمام والمستحق من ختان المرأة ما ينطلق عليه الاسم

قال الماوردي : ختانها قطع جلدة تكون في أعلى فرجها فوق مدخل الذكر كالنواة أو كعرف الديك والواجب قطع الجلدة المستعلية منه دون استئصاله

ثم ذكر الحافظ حديث أم عطية الذي في الباب ثم قال قال أبو داود : إنه ليس بالقوي

قلت وله شاهدان من حديث أنس ومن حديث أم أيمن عند أبي الشيخ في كتاب العقيقة وآخر عن الضحاك بن قيس عند البيهقي .

واختلف في النساء هل يخفضن عموما أو يفرق بين نساء المشرق فيخفضن ونساء المغرب فلا يخفضن لعدم الفضلة المشروع قطعها منهن بخلاف نساء المشرق قال فمن قال إن من ولد مختونا استحب إمرار الموسى على الموضع امتثالا للأمر قال في حق المرأة كذلك ومن لا فلا

وقد ذهب إلى وجوب الختان الشافعي وجمهور أصحابه وقال به من القدماء عطاء وعن أحمد وبعض المالكية يجب وعن أبي حنيفة واجب وليس بفرض وعنه سنة يأثم بتركه وفي وجه للشافعية لا يجب في حق النساء وهو الذي أورده صاحب المغني عن أحمد وذهب أكثر العلماء وبعض الشافعية إلى أنه ليس بواجب

ومن حجتهم حديث شداد بن أوس رفعه " الختان سنة للرجال مكرمة للنساء " أخرجه أحمد والبيهقي بإسناد فيه حجاج بن أرطاة ولا يحتج به وأخرجه الطبراني في مسند الشاميين من طريق سعيد بن بشر عن قتادة عن جابر بن زيد عن ابن عباس وسعيد بن بشر مختلف فيه وأخرجه أبو الشيخ والبيهقي من وجه آخر عن ابن عباس . وأخرجه البيهقي أيضا من حديث أبي أيوب . انتهى كلام الحافظ من الفتح مختصرا ملخصا
http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?flag=1&bk_no=55&ID=9141
____________________________________________________________

الختان ينقسم إلى نوعان :
1- ختان سني : هنا يزال الجزء العلوي القريب جداً من البظر وربما جزء يسير من البظر نفسه .

2- الختان الفرعوني : هنا تستأصل المنطقة بأكملها فيزال البظر والشفرتان الصغرى والكبرى .. ولا يترك سوى فتحة صغيرة جداً لمرور البول والحيض . فوائد الختان : إذا تم بالطريقة الصحيحة .. فإن الختان يعمل على تهذيب الغريزة الجنسية والحد من إثارتها ...
أضرار الختان الفرعوني : 1- حدوث نزيف دموي . 2- تحدث التهابات في المنطقة . 3- يحدث تمزق وقروح أثناء الجماع . 4- يحدث تمزق وقروح أثناء الولادة . 5- يصيب بالفتور والبرود الجنسي وذلك نتيجة إزالة مناطق الإثارة

http://ejabat.google.com/ejabat/thread?tid=4edd98582ac65942
____________________________________________________________

KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 9A Tahun 2008 Tentang HUKUM PELARANGAN KHITAN TERHADAP PEREMPUAN
KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 9A Tahun 2008

Tentang
HUKUM PELARANGAN KHITAN TERHADAP PEREMPUAN
Majelis Ulama Indonesia, setelah :
MENIMBANG :
a. bahwa dewasa ini terjadi penolakan oleh sebagian masyarakat terhadap khitan perempuan.
b. bahwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia Cq. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Larangan Medikalisasi Sunat Perempuan bagi Petugas Kesehatan;
c. bahwa telah terjadi keragaman praktik khitan perempuan di masyarakat karena ketidak-fahaman batas yang dikhitan;
d. bahwa terhadap persoalan tersebut Kementerian Pemberdayaan Perempuan telah mengajukan permohonan fatwa kepada MUI;
e. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam syari’at Islam, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum pelarangan khitan terhadap perempuan.

MENGINGAT :
1. Firman Allah SWT. :
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”. (QS. an-Nahl[16] : 123)
وَمَنْ أَحْسَنُ دِيناً مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لله وَهُوَ مُحْسِنٌ واتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَاتَّخَذَ اللّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus ? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya”. (QS. An-Nisaa[4] : 125)
قُلْ صَدَقَ اللّهُ فَاتَّبِعُواْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: "Benarlah (apa yang difirmankan) Allah". Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Ali Imran[3]: 95)
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran[3]: 31)
قُلْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ فإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
“Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS. Ali Imran[3]: 32)
2. Hadis-hadis Nabi SAW :
عن أبي المليح بن أسامة عن أبيه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : الختان سنة للرجال مكرمة للنساء (رواه أحمد في مسنده)
"Bahwa Nabi saw bersabda: Khitan merupakan sunnah (ketetapan rasul) bagi laki-laki dan makrumah (kemuliaan) bagi perempuan (HR. Ahmad)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ مَرْفُوعًا بِلَفْظِ : يَا نِسَاءَ الْأَنْصَارِ اخْتَضِبْنَ غَمْسًا وَاخْتَفِضْنَ وَلَا تُنْهِكْنَ وَإِيَّاكُنَّ وَكُفْرَانَ النِّعَمِ
Dari Abdullah ibn Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Wahai wanita-wanita Anshor warnailah kuku kalian (dengan pacar dan sejenisnya) dan berkhifadhlah (berkhitanlah) kalian, tetapi janganlah berlebihan”. (al-Syaukani dalam Nail al-Author)
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ فَعَلْتُهُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاغْتَسَلْنَا
“Apabila bertemu dua khitan maka wajiblah mandi, aku dan Rasulullah telah melakukannya, lalu kami mandi”. (HR at-Turmudzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dari ‘Aisyah r.a.)
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ الْأَنْصَارِيَّةِ أَنَّ امْرَأَةً كَانَتْ تَخْتِنُ بِالْمَدِينَةِ فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُنْهِكِي فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ
Dari Ummu ‘Athiyyah r.a. diceritakan bahwa di Madinah ada seorang perempuan tukang sunat/khitan, lalu Rasulullah SAW bersabda kepada perempuan tersebut: “Jangan berlebihan, sebab yang demikian itu paling membahagiakan perempuan dan paling disukai lelaki (suaminya)”. (HR. Abu Daud dari Ummu ‘Atiyyah r.a.)
عَنِ الضَّحَّاكِ بن قَيْسٍ، قَالَ: كَانَتْ بِالْمَدِينَةِ امْرَأَةٌ تَخْفِضُ النِّسَاءَ، ُقَالُ لَهَا أُمُّ عَطِيَّةَ، فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:"اخْفِضِي، وَلا تُنْهِكِي، فَإِنَّهُ أَنْضَرُ لِلْوَجْهِ، وَأَحْظَى عِنْدَ الزَّوْجِ".
Dari adh-Dhahhak bin Qais bahwa di Madinah ada seorang ahli khitan wanita yang bernama Ummu ‘Athiyyah, Rasulullah SAW bersabda kepadanya : “khifadllah (khitanilah) dan jangan berlebihan, sebab itu lebih menceriakan wajah dan lebih menguntungkan suami”. (HR. at-Tabrani dari adh-Dhahhak)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رِوَايَةً الْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
“Lima perkara yang merupakan fitrah manusia : khitan, al-Istihdad (mencukur rambut pada sekitar kemaluan), mencukur bulu ketiak, menggunting kuku, dan memotong kumis. (HR Jama’ah dari Abu Hurairah r.a.).
3. Ijma’ Ulama. Seluruh Ulama sepakat bahwa khitan bagi perempuan merupakan hal yang disyari'atkan.
4. Qa’idah Fiqhiyah
لا اجتهاد مع النص
“Tidak ada ijtihad ketika ada nash”

MEMPERHATIKAN :
1. Fuqaha madzhab sepakat pensyari'atan khitan terhadap perempuan dengan menjelaskan mengenai khitan terhadap perempuan dan tata caranya, yang antara lain dimuat dalam Kutub wa Rasail wa Fatawa Ibn Taimiyah fi al-Fiqh (Maktabah Ibn Taimiyah, juz 21 hal. 114), I'anah al-Thalibin (Beirut: Dar al-Fikr, juz 4, hal. 174), Hawasyi al-Syarwani (Beirut: Dar al-Fikr, juz 1, hal. 142), Mughni al-Muhtaj (Beirut: Dar al-Fikr, juz 4, hal. 202), Minhaj al-Thalibin (Beirut: Dar al-Ma'rifah, juz 1, hal. 136), al-Bahr al-Raiq (Beirut: Dar al-Ma'rifah, juz 1, hal. 61), Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma'rifah, juz 10, hal 340 dan 347), 'Aun al-Ma'bud (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, juz 14, hal. 123), Nail al-Authar (Beirut: Dar al-Jail, Juz 1, hal. 137), dan Tuhfah al-Ahwadzi (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Juz 8, hal. 28).
Hanya saja, para fuqaha berbeda pendapat dalam menentukan hukumnya; madzhab Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah menyatakan sunnah, sedang Syafi'iyyah menyatakan wajib.
2. Fuqaha madzhab berbeda pendapat dalam menentukan hukum khitan terhadap perempuan; madzhab Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah menyatakan sunnah, sedang Syafi'iyyah menyatakan wajib, yang antara lain tercantum dalam:
a. Ibnu Qudamah dalam al-Mughni :
فَأَمَّا الْخِتَانُ فَوَاجِبٌ عَلَى الرِّجَالِ ، وَمَكْرُمَةٌ فِي حَقِّ النِّسَاءِ ، وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَيْهِنَّ .
“Khitan itu wajib bagi laki-laki, sedangkan bagi perempuan adalah suatu kemuliaan/kebaikan, tidak wajib bagi mereka” (Ibnu Qudamah, al-Mughni, [Kairo : Maktabah al-Qohiroh, TT], h. 64)
b. Aun al-Ma'bud, Juz 14, hal. 125:
"... وقد أخذ بظاهره أبو حنيفة ومالك فقالا سنة مطلقا وقال أحمد واجب للذكر سنة للأنثى وأوجبه الشافعي عليهما
”Berdasarkan zhahir hadits, Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa hukum khitan hádala sunnah secara mutlak (baik laki-laki maupun perempuan), Imam Ahmad berpendapat wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan, sedang Imam Syafi'i berpendapat wajib atas keduanya".
c. Nail al-Authar, Juz 1, hal. 138
واختلف في وجوب الختان فروى الإمام يحيى عن العترة والشافعي وكثير من العلماء أنه واجب في حق الرجال والنساء وعند مالك وأبي حنيفة والمرتضى قال النووي وهو قول أكثر العلماء أنه سنة فيهما وقال الناصر والإمام يحيى أنه واجب في الرجال لا النساء
”Ada perbedaan tentang kewajiban khitan. Imam Yahya, Imam al-Syafi'i dan kebanyakan Ulama menyatakan bahwa khitan wajib bagi lelaki dan perempuan. Demikian juga menurut Malik dan Abi Hanifah. Imam Nawawi memandang khitan hukumnya sunnah bagi lelaki dan perempuan. Imam al-Nashir dan Imam Yahya menyatakan bahwa khitan wajib bagi laki-laki, tidak bagi perempuan".
d. I’anah at-Thalibin, Juz IV, hal. 198
(قوله: والمرأة الخ) أي والواجب في ختان المرأة قطع جزء يقع عليه اسم الختان وتقليله أفضل لخبر أبي داود وغيره أنه (ص) قال للخاتنة: أشمي ولا تنهكي فإنه أحظى للمرأة وأحب للبعل أي لزيادته في لذة الجماع، وفي رواية: أسرى للوجه أي أكثر لمائه ودمه.
"Yang diwajibkan dalam mengkhitan perempuan adalah memotong bagian yang harus dikhitan. Diutamakan dalam mengkhitan perempuan untuk menggores sedikit saja dari bagian yang harus dikhitan, berdasarkan hadis riwayat Abu Daud dan lainnya: bahwa rasulullah SAW berkata pada tukang khitan perempuan: khitanlah dengan sedikit dan jangan berlebih-lebihan. Khitan bagi perempuan lebih membahagiakan perempuan dan lebih disenangi bagi suami; dalam pengertian menambah kenikmatan hubungan badan. Dalam suatu riwayat "lebih menceriakan wajah, yakni lebih banyak aura dengan aliran air muka dan darah".
d. DR. Wahbah az-Zuhaili dalam Kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu
“Khitan pada perempuan ialah memotong sedikit mungkin dari kulit yang terletak pada bagian atas farj. Dianjurkan agar tidak berlebihan, artinya tidak boleh memotong jengger yang terletak pada bagian paling atas dari farj, demi tercapainya kesempurnaan kenikmatan waktu bersenggama”. (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, [Damaskus : Daar al-Fikr al-Islami] Jilid I, h. 356)
e. Syaikh Jad al-Haq Syaikh al-Azhar, Buhust wa Fatawa Islamiyah fi Qhadhaya Mu'ashirah.
ومن هنا: اتفقت كلمة فقهاء المذاهب على أن الختان للرجال والنساء من فطرة الإسلام وشعائره، وأنه أمر محمود، ولم ينقل عن أحد من فقهاء المسلمين فيما طالعنا من كتبهم التي بين أيدينا – قول يمنع الختان للرجال أو النساء، أو عدم جوازه أو إضراره بالأنثى، إذا هو تم على الوجه الذي علمه الرسول صلى الله عليه وسلم لأم حبيبة في الرواية المنقولة آنفا.
أما الاختلاف في وصف حكمه، بين واجب وسنة ومكرمة، فيكاد يكون اختلافا في الاصطلاح الذي يندرج تحته الحكم

Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa seluruh mazhab dalam fiqih sepakat bahwa sesungguhnya khitan bagi laki-laki dan perempuan adalah bagian dari fitrah dan syi’ar Islam. Khitan pada dasarnya adalah perkara terpuji, dan sepanjang penelaahan kami atas kitab-kitab fiqih, tidak ada satupun ahli fiqih yang melansir sebuah pendapat yang melarang khitan bagi laki-laki dan perempuan, atau pendapat yang melarang atau menganggap adanya bahaya (dharar) khitan bagi perempuan. Hal tersebut karena telah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh rasulullah SAW kepada Ummu Habibah sebagaimana riwayat yang dilansir di depan.Sedangkan adanya perbedaan dalam tata cara (sifat) dan hukumnya antara wajib, sunnah, atau makramah, maka semata-mata perbedaan tersebut dalam istilah yang ada di bawahnya.
2. Penjelasan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Departemen Kesehatan RI, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Prof. DR. Jurnalis Udin dalam rapat Komisi Fatwa MUI, yang pada intinya menggambarkan adanya resiko khitan perempuan disebabkan oleh tata cara khitan yang tidak sesuai dengan ketentuan syara'.
3. Pendapat Komisi Fatwa dalam rapat tanggal 9 Desember 2006/18 Dzulqo’dah 1427 H, tanggal 3 Mei 2008, dan tanggal 7 Mei 2008.

Dengan memohon ridha Allah SWT
 

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG HUKUM PELARANGAN KHITAN TERHADAP PEREMPUAN

Pertama : Status Hukum Khitan Perempuan
1. Khitan, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam.
2. Khitan terhadap perempuan adalah makrumah, pelaksanaannya sebagai salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan.

Kedua : Hukum Pelarangan Khitan terhadap Perempuan
Pelarangan khitan terhadap perempuan adalah bertentangan dengan ketentuan syari'ah karena khitan, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam.

Ketiga : Batas atau Cara Khitan Perempuan
Dalam pelaksanaannya, khitan terhadap perempuan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Khitan perempuan dilakukan cukup dengan hanya menghilangkan selaput (jaldah/colum/praeputium) yang menutupi klitoris.
2. Khitan perempuan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi) yang mengakibatkan dlarar.

Keempat : Rekomendasi
1. Meminta kepada Pemerintah cq. Departemen Kesehatan untuk menjadikan fatwa ini sebagai acuan dalam penetapan peraturan/regulasi tentang masalah khitan perempuan.
2. Menganjurkan kepada Pemerintah cq. Departemen Kesehatan untuk memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada tenaga medis untuk melakukan khitan perempuan sesuai dengan ketentuan fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 1 Jumadil Awal 1429 H
7 Mei 2008 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua Sekretaris

Dr. KH. ANWAR IBRAHIM, MA Drs. H. HASANUDIN, M.Ag

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Qonun Asasi Nahdlatul 'Ulama

  MUQODDIMAH_QONUN_ASASI_NU (Pendahuluan Fondasi Dasar Jam'iyyah NU)   Jam'iyyah Nahdhotul 'Ulama' mempunyai garis...