Sabtu, 15 Februari 2014

PEMBAGIAN HUKUM [ SYAR'I , AQLI DAN ADAT ]

4 Februari 2014 pukul 15:35
ﺍﻟﺤﻜﻢ ﻫﻮ ﺇﺛﺒﺎﺕ ﺃﻣﺮ ﻷﻣﺮ ﺃﻭ ﻧﻔﻴﻪ ﻋﻨﻪ ﻭ ﻫﻮ ﺛﻼﺛﺔ
ﺃﻗﺴﺎﻡ : ﺣﻜﻢ ﺷﺮﻋﻲ ﻭ ﺣﻜﻢ ﻋﺎﺩﻱ ﻭ ﺣﻜﻢ ﻋﻘﻠﻲ
ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺸﺮﻋﻲ : ﻫﻮ ﻛﻼﻡ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻤﺘﻌﻠﻖ ﺑﻔﻌﻞ
ﺍﻟﺸﺨﺺ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺍﻟﺘﻜﻠﻴﻒ ﺃﻭ ﺍﻟﻮﺿﻊ ﻭ ﻫﻮ ﺧﻤﺴﺔ
ﺃﻗﺴﺎﻡ : ﻭﺍﺟﺐ ﻭ ﺣﺮﺍﻡ ﻭ ﻣﻨﺪﻭﺏ ﻭ ﻣﻜﺮﻭﻩ ﻭ ﻣﺒﺎﺡ .
ﺍﻟﺤﻜﻢ ﺍﻟﻌﺎﺩﻱ : ﻫﻮ ﺇﺛﺒﺎﺕ ﺃﻣﺮ ﻷﻣﺮ ﺃﻭ ﻧﻔﻴﻪ ﻋﻨﻪ
ﺑﻮﺍﺳﻄﺔ ﺍﻟﺘﻜﺮﺍﺭ .
ﺍﻟﺤﻜﻢ ﺍﻟﻌﻘﻠﻲ : ﻫﻮ ﺇﺛﺒﺎﺕ ﺃﻣﺮ ﻷﻣﺮ ﺃﻭ ﻧﻔﻴﻪ ﻋﻨﻪ ﻣﻦ
ﻏﻴﺮ ﺗﻮﻗﻒ ﻋﻠﻰ ﻭﺿﻊ ﻭﺍﺿﻊ ﺃﻭ ﺗﻜﺮﺍﺭ
ﺃﻗﺴﺎﻡ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﺍﻟﻌﻘﻠﻲ : ﻳﻨﻘﺴﻢ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﺍﻟﻌﻘﻠﻲ ﺍﻟﻰ
ﺛﻼﺛﺔ ﺍﻗﺴﺎﻡ : ﻭﺍﺟﺐ ﻭ ﻣﺴﺘﺤﻴﻞ ﻭ ﺟﺎﺋﺰ .
ﺍﻟﻮﺍﺟﺐ : ﻫﻮ ﺍﻷﻣﺮ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﻘﺒﻞ ﺍﻻﻧﺘﻔﺎﺀ ﻟﺬﺍﺗﻪ ﻭ ﻫﻮ
ﻗﺴﻤﺎﻥ : ﺿﺮﻭﺭﻱ ﻛﺎﻟﺘﺤﻴﺰ ﻟﻠﺠﺮﻡ ﻭ ﻧﻈﺮﻱ ﻛﺎﻟﻘﺪﻡ
ﻟﻠﻤﻮﻟﻰ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭ ﺗﻌﺎﻟﻰ .
ﺍﻟﻤﺴﺘﺤﻴﻞ : ﻫﻮ ﺍﻷﻣﺮ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﻘﺒﻞ ﺍﻟﺜﺒﻮﺕ ﻟﺬﺍﺗﻪ ﻭ
ﻫﻮ ﻗﺴﻤﺎﻥ : ﺿﺮﻭﺭﻱ ﻛﺨﻠﻮ ﺍﻟﺠﺮﻡ ﻋﻦ ﺍﻟﺤﺮﻛﺔ ﻭ
ﺍﻟﺴﻜﻮﻥ ﻭ ﻧﻈﺮﻱ ﻛﻮﺟﻮﺩ ﺍﻟﺸﺮﻳﻚ ﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭ
ﺗﻌﺎﻟﻰ .
ﺍﻟﺠﺎﺋﺰ : ﻫﻮ ﺍﻷﻣﺮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻘﺒﻞ ﺍﻻﻧﺘﻔﺎﺀ ﻭ ﺍﻟﺜﺒﻮﺕ ﻋﻠﻰ
ﺍﻟﺘﻨﺎﻭﺏ ﻓﻴﺴﺘﻮﻱ ﺇﻣﻜﺎﻥ ﻭﺟﻮﺩﻩ ﻭ ﻋﺪﻣﻪ . ﻭ ﻫﻮ
ﻗﺴﻤﺎﻥ ﺿﺮﻭﺭﻱ ﻛﺤﺮﻛﺔ ﺍﻟﺠﺮﻡ ﺃﻭ ﺳﻜﻮﻧﻪ ﻭ ﻧﻈﺮﻱ
ﻛﻘﻠﺐ ﺍﻟﺤﺠﺮ ﺫﻫﺒﺎ ﻭ ﺍﻧﻘﻼﺏ ﺍﻟﻌﺼﺎ ﺛﻌﺒﺎﻧﺎ ﺑﻘﺪﺭﺓ ﺍﻟﻠﻪ
ﺗﻌﺎﻟﻰ
ﺣﺪﻭﺙ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ : ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﺣﺎﺩﺙ ﻻﻧﻪ ﻣﻜﻮﻥ ﻣﻦ ﺃﺟﺮﺍﻡ
ﻭ ﺃﻋﺮﺍﺽ ، ﻓﺎﻷﻋﺮﺍﺽ ﻛﺎﻟﺤﺮﻛﺔ ﻭ ﺍﻟﺴﻜﻮﻥ ﻭ
ﺍﻷﻟﻮﺍﻥ ﺣﺎﺩﺛﺔ ﻻﻧﻬﺎ ﻣﺘﻐﻴﺮﺓ ﻭ ﺍﻷﺟﺮﺍﻡ ﻛﺎﻟﺬﻭﺍﺕ ﺣﺎﺩﺛﺔ
ﻻﻧﻬﺎ ﻣﻼﺯﻣﺔ ﻟﻸﻋﺮﺍﺽ ﺍﻟﺤﺎﺩﺛﺔ ﻭ ﻣﻼﺯﻡ ﺍﻟﺤﺎﺩﺙ
ﺣﺎﺩﺙ ﻓﺎﻟﻌﺎﻟﻢ ﺣﺎﺩﺙ .
PELAJARAN KEDUA: HUKUM
SYARAH
Hukum artinya adalah sekumpulan
peraturan yang menetapkan suatu
perbuatan dan melarang suatu perbuatan.
Jika seseorang telah melanggar salah satu
dari hukum peraturan tersebut, maka ia
akan dikenakan sanksi, atau diambil
tindakan oleh undang-undang yang tertera
dan tercatat di dalam peraturan itu sendiri.
Hukum yang dibicarakan di sini terbagi
atas tiga bagian:
1. Hukum Syar’i (Syari’at / Fiqih) :
Hukum yang berkaitan dengan perintah
dan larangan Allah.
2. Hukum ‘Adi (Adat/Kebiasaan) :
Hukum yang berkaitan dengan adat atau
kebiasaan manusia.
3. Hukum ‘Aqli:
Hukum yang berkaitan dengan akal
manusia.
1- HUKUM SYAR’I
Hukum Syar’i adalah hukum yang berkaitan
dengan perintah dan larangan Allah
terhadap manusia. Hukum syar’i tentu
bidangnya lebih lengkap dan luas.
Kelengkapan ini timbul karena hukum syar’i
tidak dibuat oleh manusia dan tidak
dipengaruhi oleh perbuatan manusia,
murni dari Allah. Hukum ini dibuat dan
ditentukan oleh syara’ atau agama. Maka
tidak ada suatu apapun dari kehidupan
manusia yang tidak diatur oleh agama
Islam.
Hukum Syar’i ialah hukum-hukum Islam
yang merupakan perintah dan larangan
Allah dan setiap muslim mukallaf yakni yang
sudah akil baligh dan ber’akal sehat wajib
baginya untuk mengetahui hukum-hukum
tersebut.
PEMBAGIAN HUKUM SYAR’I
Hukum Syar’i dibagai menjadi 5 bagian:
a- Wajib / Fardhu
b- Haram
c- Mandub / Sunnah
d- Makhruh
e- Mubah
A- WAJIB (FARDLU)
Wajib merupakan suatu hal yang wajib
atau harus dilakukan atas diri setiap
muslim mukallaf (akil dan baligh) baik laki-
laki atau perempuan. Wajib atau Fardhu
ialah suatu hukum yang apabila dilakukan
mendapat pahala atau balasan baik dari
Allah dan jika ditinggalkan maka akan
berdosa dan mendapat ganjaran siksaan di
akhirat.
Wajib ada dua macam:
1- WAJIB/FARDLU ’AIN
Wajib ‘Ain atau Fardhu ‘Ain: ialah wajib
yang harus dilakukan atas diri setiap
muslim mukalaf (berakal sehat dan baligh)
baik ia laki-laki atau perempuan. Karena ia
mengandung wajib yang berat, maka harus
dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan
terkecuali memiliki udzur yang kuat, itupun
wajib dilakukan walaupun dengan isyarat,
atau menggantinya pada hari yang lain,
atau membayar fidhyah. Contohnya sholat
lima waktu sehari semalam. Sholat ini wajib
dilakukan oleh setiap muslim akil dan
baligh, laki laki atau perempuan dalam
keadaan apapun sholat ini wajib dilakukan,
jika memiliki udhur sholatnya wajib atau
harus dilakukan, walaupun dengan isyarat
hukum sholat ini wajib atau harus
dilakukan. Jika sudah tidak mampu sama
sekali untuk dilakukan maka wajib diganti
dengan membayar fidyah. Begitu pula
puasa pada bulan Ramadhan, membayar
zakat setelah sampai nisabnya dan
melaksanakan ibadah haji jika mampu dan
lain sebagainya.
2- WAJIB/FARDLU KIFAYAH
Wajib Kifayah atau Fardhu Kifayah: yaitu
pekerjaan yang wajib dilaksanakan oleh
setiap muslim mukallaf (berakal sehat dan
baligh). Tetapi jika sudah ada satu diantara
sekian banyak orang yang sanggup
melaksanakannya, maka terlepaslah
kewajibannya untuk dilakukan. Contohnya:
mendirikan sholat jenazah. Sholat ini wajib
dilakukan oleh setiap muslim. Jika tidak
dilakukan sholat bagi mayat maka semua
muslim akan berdosa dan jika salah
seorang telah melakukanya maka
terlepaslah kewajiban bagi semuanya.
B- HARAM
Haram ialah suatu larangan yang apabila
ditinggalkan mendapat pahala dan jika
dilakukan akan berdosa. Setiap
pelanggaran dari perbuatan yang dilarang
itu dinamakan perbuatan ma’siat dan dosa,
diantaranya: minum arak, berzina,
membunuh, berjudi, berdusta, menipu,
mencuri, mencaci maki dan masih banyak
lagi contoh contoh lainnya. Dengan sangsi,
jika seorang muslim mati dan belum
sempat bertaubat, menurut hukum syara’ ia
akan disiksa karena dosa-dosa yang telah
diperbuatnya.
C- MANDUB (SUNNAH)
Mandub atau Sunnah ialah suatu pekerjaan
yang apabila dikerjakan mendapat pahala
dan jika ditinggalkan tidak berdosa.
Sesuatu yang mandub atau sunnah akan
lebih baik jika dilaksanakan karena bisa
menambal sulam kekurangan ibadah kita.
Mandub atau Sunnat ini sering juga disebut
Mustahab yaitu sesuatu perbuatan yang
dicintai Allah dan Rasul Nya.
Hukum Mandub /Sunnat terbagi 4 bagian:
1- Sunnah Hai-at atau Sunnat ‘Ain: yaitu
suatu perbuatan yang dianjurkan untuk
dilaksanakan oleh setiap muslim, seperti
sholat sunat rawatib. (sebelum atau
sesudah sholat fardhu), sholat tahajjut,
sholat tasbih, sholat dhuha dan sholat-
sholat yang banyak lagi.
2- Sunnah Kifayah: yaitu suatu pekerjaan
yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh
setiap muslim, namun sunnah ini cukup
jika telah dilaksanakan oleh satu orang.
Misalnya memberi salam, menjawab orang
yang bersin dan lain-lain.
3- Sunnah Muakkadah yaitu suatu
pekerjaan yang selalu dilaksanakan oleh
Rasulullah saw seperti sholat Idul Fitri dan
sholat Idul Adhha dan sebagainya.
4- Sunnah Ghairu Muakkadah: yaitu segala
sunat yang tidak selalu dikerjakan oleh
Rasulullah saw, misalnya puasa tasua’ pada
tanggal 9 Muharram yang ingin
dilaksanakan oleh Nabi saw namun belum
sempat dilakukannya beliau keburu wafat,
kemudian para sahabat melanjutkannya
berpuasa pada tanggal tersebut. Dan masih
banyak lagi yang kita bisa cari dalam kitab
fiqih
Hikmah Dan Atsar:
Ada yang perlu diketahui bahwa di dalam
Wajib ada yang terkandung Sunnah,
contohnya, sebelum shalat dianjurkan
untuk berwudhu’. Dan berwudhu’ itu wajib
hukumnya, adapun meratakan air ke
tempat anggota wudhu’ adalah sunah.
Begitu pula sebaliknya di dalam Sunnah ada
yang terkandung Wajib. Contohnya: jika
seseorang melaksanakan sholat sunnat
tanpa wudhu’, maka sudah pasti sholatnya
tidak sah. Karena wudhu’ merupakan
perbuatan yang wajib dilakukan oleh
seseorang sebelum melaksanakan sholat,
tidak perduli apakah itu sholat sunnat atau
sholat wajib. Sebagaimana wajib
Berwudhu’, wajib pula menghadap kiblat,
wajib pula membaca surat Fatihah dalam
sholat, wajib pula ruku’ dan sujud dan
wajib pula salam. Demikian seterusnya.
D- MAKRUH
Makruh ialah sesuatu perbuatan yang
dibenci didalam agama Islam, tetapi tidak
berdosa jika dilakukan, dan berpahala jika
ditinggalkan, misalnya memakan makanan
yang membuat mulut menjadi bau seperti
memakan bawang putih, jengkol dan petai,
juga merokok dan lain sebagainya.
E- MUBAH
Mubah dalam Syara’ ialah sesuatu
pekerjaan yang boleh dilakukan atau boleh
juga ditinggalkan. Jika ditinggalkan tidak
berdosa dan jika dikerjakan tidak
berpahala, misalnya makan, minum, tidur,
mandi dan masih banyak lagi contoh
contoh lainya. Mubah dinamakan juga Halal
atau Jaiz. Namun, kadang-kadang yang
mubah itu, bisa menjadi sunnah.
Umpamanya, kita makan tetapi diniatkan
untuk menguatkan tubuh agar lebih giat
beribadah kepada Allah, atau berpakaian
yang bagus dengan niat untuk menambah
bersihnya dalam beribadah kepada Allah,
bukan untuk ria’ atau menunjukkan
kesombongan dalam berpakaian, dan lain
sebagainya. (lihat kitab Ad-Durusul
Fiqhiyyah juz ke 4 oleh Habib Abdurahman
bin Saggaf Assagaf)
2- HUKUM ’ADI (HUKUM ADAT/KEBIASAAN)
Hukum ‘Adi atau Hukum Adat/Kebiasaan
ialah menetapkan sesuatu bagi sesuatu
yang lain, atau menolak sesuatu karena
sesuatu itu sudah ada karena kejadian
yang berulang-ulang.
Misalnya api itu panas dan dapat
membakar kertas. Jika orang berpegang
teguh pada kebiasaan yang telah diketahui
secara berulang-ulang itu, maka ditetapkan
suatu hukum bahwa setiap api itu panas
dan mesti dapat membakar segala macam
kertas. Dan apabila dikatakan sebaliknya
maka adalah muhal atau mustahil, atau hal
yang aneh atau tidak bisa dipercaya dan
tidak diterima oleh akal.
Kejadian diatas merupakan kepastian dari
kebiasaan yang telah terbukti kepatiannya
dengan berulang kali. Adapun menurut
pendapat akal, kejadian itu masih harus
disebut hal yang mungkin saja terjadi, dan
mungkin saja tidak terjadi.
Maka dari itu, jelas bahwa hukum adat/
kebiasaan tidak sama dengan hukum akal.
Menurut akal, masih perlu diselidiki apakah
yang menyebabkan adanya adat atau
kebiasaan itu? Apakah yang menyebabkan
api itu panas dan dapat membakar? Dan
apakah yang menyebabkan air mengalir ke
tempat yang rendah? Dan apa yang
menyebabkan tiap-tiap zat mempunyai sifat
dan tabiat yang berlainan? Demikian
seterusnya.
3- HUKUM 'AQLI (HUKUM AKAL)
Arti hukum Akal itu, adalah menetapkan
sesuatu keadaan untuk adanya sesuatu.
Atau mentiadakan sesuatu karena
ketidakadaanya sesuatu itu.
Misalnya, tidak mungkin ada sebuah rumah
jika tidak ada tukang pembuat rumah
tersebut. Maka jatuhlah hukum mustahil
adanya. Karena tidak mungkin rumah itu
bisa membentuk dirinya sendiri. Jadi harus
ada yang membentuk rumah itu. Rumah
merupakan bukti nyata akan keberadaanya
tukang pembuat rumah. Demikian pula
kayu tidak mungkin akan bisa menjadi
kursi dengan sendirinya jika tidak ada
tukang kayu yang memotong kayu lalu
membuatnya menjadi kursi. Jadi kursi
merupakan bukti nyata akan
keberadaannya tukan kayu. Demikianlah
suatu contoh pengambilan hukum akal.
Dan kita bisa mengkiyaskan dengan contoh
contoh yang lainya sehingga selanjutnya
menjadi berkembang pengertiannya yang
kemudian menjadi suatu cabang ilmu yang
sangat penting bagi masyarakat.
Dari contoh contoh diatas kita bisa
menggambil bukti akan keberadaan Allah.
Allah itu ada karena adanya ciptaan yang
diciptakan-Nya. Adanya langit, bumi dan
seisi isinya merupakan bukti kuat akan
keberadaan Allah. Tidak mungkin langit,
bumi dan seisi isinya jadi dengan sedirinya.
Sudah pasti ada yang menciptakannya.yaitu
Allah.
Hikmah Dan Atsar
Ada satu kisah menarik. Seorang Arab
Badui (Arab dari pegunungan) ditanya
”Dari mana kamu mengetahui bahwa Allah
itu ada” . kebetulan di muka orang Badui
tadi ada segunduk kotoran unta. Badui itu
menjawab ”Kamu lihat kotoran unta ini!
Setiap ada kotoran unta pasti ada untanya”.
Jadi yang dinamakan Akal yang sempurna
ialah suatu cahaya yang gemilang dan
terletak didalam hati seorang mukmin dan
dengan Akal yang jernih itu kita akan bisa
membagi Hukum Akal ini menjadi tiga
bagian:
1- Wajib
2- Mustahil
3- Jaiz
1- WAJIB
Wajib yaitu sesuatu yang tidak dapat
diterima oleh akal akan ketidakberadaanya.
Wajib di sini terbagi atas dua bagian:
a- Wajib Dharuri yaitu sesuatu yang bisa
dimengerti tanpa bukti, atau sesuatu yang
tidak bisa diterima oleh akal akan
ketidakberadaanya tanpa memerlukan dalil
atau keterangan secara rinci. Contohnya
setiap dzat yang hidup itu wajib ada
nyawanya, jika tidak bernyawa maka sudah
pasti ia tidak akan bisa hidup alias mati.
b- Wajib Nadhari yaitu sesuatu yang bisa
dimengerti setelah menggunakan bukti,
atau sesuatu yang tidak bisa diterima oleh
akal akan ketidakberadaanya dengan
bersenderkan kepada dalil atau
keterangan. Misalnya Allah itu wajib ada. Hal
ini memerlukan dalil dan keterangan yang
kuat.
2- MUSTAHIL
Mustahil merupakan kebalikan dari wajib
yaitu sesuatu yang tidak bisa diterima akal
akan keberadaanya. Mustahil juga dibagai
menjadi dua bagian:
a-Mustahil Dharuri yaitu sesuatu yang tidak
bisa diterima oleh akal akan keberadaanya
tanpa memerlukan dalil atau keterangan.
Misalnya mustahil seorang anak melahirkan
Ibunya. Mustahil keberadaan sang ibu
berasal dari anaknya. Bukankah ini sesuatu
yang mustahil? Sudah pasti ini merupakan
hal yang mustahil terjadi tanpa
menggunakan dalil atau keterangan.
b-Mustahil Nadhari yaitu suatu yang tidak
bisa diterima oleh akal akan keberadanya
dengan memerlukan dalil atau keterangan.
Misalnya Allah itu mustahil mempunyai
anak. Ini memerlukan dalil dan keterangan
yang kuat.
3- JAIZ (MUNGKIN)
Jaiz yaitu sesuatu yang mungkin saja ada
atau mungkin tidak adanya. Jaiz ini pula
dibagi dua:
a- Jaiz Dharuri yaitu jaiz yang tidak
memerlukan dalil atau keterangan,
contohnya, ada seorang ibu melahirkan
anak kembar sebanyak 4. Kejadian seperti
ini mungkin saja bisa terjadi atau mungkin
saja tidak terjadi tanpa menggunakan dalil
atau keterangan lebih dahulu.
b- Jaiz Nadhari: yaitu Jaiz yang memerlukan
dalil atau keterangan yang kuat. Contohnya
sebuah batu mungkin bisa berobah
menjadi emas. Hal ini memerlukan dalil dan
keterangan yang kuat. Contoh lainya
sebuah tongkat mungkin bisa berobah
mejadi ular. Kemungkinan ini memerlukan
dalil dan keterangan yang kuat. Tentu
semua ini terjadi dengan seizin Allah tapi
harus menggunakan dalil dan keterangan
yang kuat.
Yang tertera diatas adalah pengambilan
contoh pada Hukum Akal. Dan kita bisa
mengembangkannya jauh lebih luas lagi,
sehingga benar-benar bisa menjadi
pelajaran yang mendalam tentang ilmu
tauhid.
Hikmah Dan Atsar
jika ada orang mengatakan wajib atas tiap
tiap Mukallaf (akil dan baligh) maksudnya
adalah wajib menurut hukum syara’. Dan
jika orang mengatakan wajib bagi Allah
dan Rasul-Nya maksudnya adalah wajib
menurut hukum akal. Dan jika orang
mengatakan wajib bagi makhluk Nya,
maksudnya adalah wajib menurut hukum
‘adi atau hukum adat/kebiasaan, dan
seterusnya. Wallahua’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Qonun Asasi Nahdlatul 'Ulama

  MUQODDIMAH_QONUN_ASASI_NU (Pendahuluan Fondasi Dasar Jam'iyyah NU)   Jam'iyyah Nahdhotul 'Ulama' mempunyai garis...