Jumat, 28 Februari 2014

SUAMI IDEAL YANG DIISYARATKAN KHUTHBAH RASUL PADA WUQUF DI ARAFAH

SUAMI IDEAL YANG DIISYARATKAN KHUTHBAH RASUL PADA WUQUF DI ARAFAH          
A.kajian hadits dari Amr bin al-Ahwash
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْأَحْوَصِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّهُ شَهِدَ حَجَّةَ الْوَدَاعِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَذَكَّرَ وَوَعَظَ فَذَكَرَ فِي الْحَدِيثِ قِصَّةً فَقَالَ أَلَا وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ لَيْسَ تَمْلِكُونَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ فَإِنْ فَعَلْنَ فَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا أَلَا إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا فَأَمَّا حَقُّكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ فَلَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُونَ وَلَا يَأْذَنَّ فِي بُيُوتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُونَ أَلَا وَحَقُّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّ فِي كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَمَعْنَى قَوْلِهِ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ يَعْنِي أَسْرَى فِي أَيْدِيكُمْ
Hasan Bin Ali al-Khallal telah menyampaikan hadits. Husain Bin Aly al-Ju’fi telah menyampaikan hadits dari Zaidah dari Syabib Bin Gharqadah, dari Sulaiman Bin Amr bin Al-Ahwash yang mengatakan, Bapakku telah mengabarkan bahwa ia menyaksikan haji wada Rasulullah. Beliau ketika itu membaca hamdalah, memuji Allah, memberi peringatan dan nasihat. kemudian Ia menyampaikan hadits yang mengisahkan haji wada tersebut. Dalam nasihat tersebut Rasulullah SAW bersabda: “Ingatlah dan berwasiatlah tentang wanita secara baik. Sesungguhnya mereka itu bagaikan tawanan yang menjadi tanggung jawabmu. tidaklah kamu miliki, dari mereka selain  hal tersebut, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji secara nyata. Jika mereka berbuat jahat, maka jauhilah tempat tidurnya, pukullah dengan pukulan yang tidak melukai. Jika mereka telah taat padamu, maka jangan lah membuat kesulitan pada mereka. Ingatlah sesungguhnya bagimu ada hak yang menjadi tanggung jawab mereka. Bagi istrimu juga ada hak yang menjadi tanggung jawabmu. Adapun hakmu yang menjadi tanggung jawab mereka adalah jangan memasukan orang yang tidak kamu senangi ke kamarmu, dan jangan lah mereka mengizinkan orang yang tidak kamu senangi berada di  rumahmu. Ingat lah bahwa hak mereka yang menjadi tanggung jawabmu adalah berbuat baik pada mereka seperti menyediakan pakai an dan makanan untuk mereka. Abu Isa al-Turmudzi menandaskan bahwa hadits ini termasuk Hasan Shahih, dan arti dari عَوَانٌ عِنْدَكُمْ adalah tawanan yang mesti dilindungi oleh aklian. Hr. Turmudzi (209-275H), al-Nasa`iy 215-303), al-Bayhaqi (384-458)

B. Otentisitas hadits

Dengan memperhatikan teks Hadits di atas, dapat diketahui bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Imam Turmudzi, al-Nasa`i dan al-Bayhaqi. Ibn Majah (207-275H) juga meriwayatkan hadits ini, terdapat pada perbedaan kalimat عَوَانٌ عِنْدَكُمْ , menjadi عندكم عوا Dalam berbagai kitab juga dikutip, seperti pada Nail al-Authar oleh Imam Al-Syaukani. Imam Tirmidzi dan Imam Asyaukani mencantumkan hadits tersebut pada bagian nikah. Sedangkan Ibnu Majah mencantumkannya pada kitab manasik haji. Hal ini wajar, karena isinya berkaitan dengan hukum nikah, dan disampaikannya pada waktu khuthbah haji. Al-Mubarakfuri (1283-1353H), memberi judul bab hadits ini dengan ما جاء في حق المرأة على زوجها (Hak istri yang jadi tanggung jawab suami). Adapun sanad,  atau mata rantai, hadits dari Rasul hingga Imam Turmudzi, adalah melalui jalur Hasan Bin Ali al-Khalal dan Husen Bin Ali Al-Juifi yang menerima khabar dari Zaidah, dari Syabib, dari Sulaiman Bin Amr yang menerima berita dari Ayahnya. Sedangkan Ibn majah meriwayatkannya melalui jalur Abu bakr bin Abi Syaibah. Adapun matarantai yang menyambungkannya hinga rasul adalah sama. Shahabat rasul yang menerima hadits adalah yang ikut ibadah haji yaitu Amr Bin Ahwash. Al-Turmudzi menganggap hadits ini sebagai hasan shahih. Ibn Hibban menilai sebagai hadits shahih. Hakim  dan Ibnu Hibban juga beranggap an bahwa hadits ini adalah shahih.
C. Syarh al-Hadits
1. أَنَّهُ شَهِدَ حَجَّةَ الْوَدَاعِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  seungguhnya dia menyaksikan ibadah haji rasul SAW.
Sulaiman bin Amr bin al-Ahwash menerangkan bahwa ayahnya (Amr) menjadi saksi dan menjadi salah satu jamaah dalam ibadah haji Rasul SAW yang dilaksanakan pada tahun 10 H. ini juga mengandung arti bahwa materi hadits yang akan disampaikannya diterima dia ketika rasul SAW berkhuthbah dalam haji wada. Al-asqalani (773-852H), mengatakan bahwa Amr bin al-Ahwash meriwayatkan hadits ini dengan redaksi yang panjang, tapi yang dikutip oleh al-Turmudzi pada bab nikah, hanya sebagiannya.
2.  فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَذَكَّرَ وَوَعَظَ Rasul SAW memuji Allah, menanjung-Nya, memberi peringatan dan menyampaikan nasihat.
Setalah rasul SAW membaca hamdalah secara lengkap sebagai muqadimah khuthbah, kemudian memberi nashihat kepada shahabatnya.
3. فَذَكَرَ فِي الْحَدِيثِ قِصَّةًmaka menguraikan dalam haditsnya kisah haji wada. Ini menunjukkan bahwa khuthbah Rasul SAW pada saat itu sangat panjang, mencakup berbagai masalah yang disampaikannya.

4. أَلاَ وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْراً ingatlah hendaklah kalian berwasiat tentang kebaikan terhadap wanita.
Menurut al-Qadli, perkataan ألاَ  berfungsi tanbih, atau peringatan yang mesti mendapat perhatian, dan اسْتَوْصُوْا berarti terimalah oleh kalian wasiatku ini! Seakan-akan Rasul SAW itu menandaskan أوصيكم بهن خيرا فاقبلوا وصيتي فيهن (aku berwasiat kepada kalian tentang kaum wanita, perhatikan dan terimalah wasiatku ini secara baik). Penggalan khuthbah ini merupakan amanat Rasul saw kepada para suami, agar mereka bertanggung jawab dan membimbing istri ke jalan yang diridloi Allah SWT. Perkataan خَيْر bermakna segala kebajikan yang membawa kemashlahatan hidup di dunia dan di akhirat. Lawan kata خَيْر adalah شَرّ yang berarti perbuatan buruk yang menganggu kemaslahatan dunia dan akhirat.
Pendidikan al-Khair seorang suami kepada istrinya, mencakup materinya maupun metodanya. Materi al-Khair adalah mencakup segala ajaran Islam, baik ibadah, mu’amalah, munakahah, maupun jinayah. Sedangkan al-khair dalam metoda, adalah pendekatan yang baik yang dapat mengubah perilaku kurang baik kepada perilaku dan akhlaq mulia.

عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَرْأَةَ كَالضِّلَعِ إِذَا ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا كَسَرْتَهَا وَإِنْ تَرَكْتَهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
  Hadits dari Abi Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya perempuan itu seperti tulang rusuk. Jika anda berusaha meluruskannya, maka akan mudah patah. Jika anda membiarkannya, maka berarti anda menganggap puas dengan istri dalam keadaan bengkok. Hr. Ahmad (164-241H),al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H)
Hadits ini mengisyaratkan betapa beratnya tanggung jawab suami pada istri yang mesti mendidik dan membawanya ke jalan yang lurus. Sementara hati dan perasaan istrinya bagaikan tulang rusuk yang rawan patah, tapi kurang lurus. Sang suami harus meluruskannya secara hati-hati, jangan sampai patah.

4. فَإنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُم  sesungguhnya mereka itu bagaikan tawanan yang berada di sisimu.
Imam Turmudzi, sebagaimana tercantum dalam matan hadits di atas, berkomentar:ومعنى قوله (عوانٌ عندكُم) يعني أسرى في أيديكُمُ Arti dari  عوانٌ عندكُم  ialah tawanan yang menjadi tanggung jawabmu. Menurut al-Syaukani (w.1255H) perkataan عوانٌ merupakan jama dari  عَانية  yang berarti الأسِير  tawanan yang harus dilindungi. Seorang istri tak ubahnya seorang tawanan yang berada di bawah perlindungan, yang harus dijaga dan dipelihara. Wanita yang dinikah, jiwa dan raganya menjadi terikat oleh hukum pernikahan. Inilah salah satu makna tawanan, yang dibatasi ruang geraknya. Dalam riwayat Jabir bin Abd Allah, Rasul SAW bersabda:
فَاتَّقُوا الله في النِّسَاء فَإنَّكُم أخَذْتُمُوهُنَّ بِأمَانِ الله وَاسْتَحْلَلْتُم فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ الله
Bertaqwalah kalian dalam memelihar istri. Sesungguhnya kalian telah mengambil mereka dengan amanah Allah, dan menghalalkan farjinya dengan kalimah Allah. Hr. Muslim
Oleh karena itu suami tidak semestinya berlaku sewenang wenang pada istrinya. Jika berlaku sewenang-wenang maka akan semakin mempersulit ruang gerak istrinya. Hukum Islam menentukan bahwa tawanan harus diperlakukan secara baik, ditanggung segala kebutuhannya, dan dididik ke jalan yang benar. Tawanan juga harus dijaga jangan sampai direbut oleh musuh.

5. لَيْسَ تَمْلِكُوْنَ مِنْهُنَّ شَيْئاً غَيْرَ ذلِكَ،  Tidaklah kalian memiliki sesuatu dari mereka selain itu.
Kalimat ini mengisyaratkan bahwa seorang suami tidak diperkenankan memperlakukan istri melebihi kewenangannya. Seperti telah dikemukan di atas, tawanan dalam Islam dianggap sebagai orang yang dihormati, tidak boleh diperbudak.

6. إلاَّ أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ  kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata kejinya.
Menurut sebagian ulama, yang di maksud dengan perbuatan keji yang nyata adalah zina. Dengan demikian seorang suami tidak berhak memperlakukan istri secara tidak baik, kecuali terhadap yang melakukan zina. Namun ada pula ulama yang beranggapan bahwa perbuatan keji yang nyata itu adalah pelanggaran hukum pernikahan, secara nyata. Allah SWT berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. Qs.4:19

7.  فَإِنْ فَعَلْنَ فَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ jika mereka melakukannya, maka jauhilah tempat tidurnya.
Seorang suami berhak menindak istrinya yang berbuat keji, atau melakukan kejahatan yang nyata. Tindakan tersebut diawali dengan dijauhi tempat tidurnya, supaya bertaubat. Firman Allah SWT:

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Qs.4:34

8. وَاضْرِبُوْهُنَّ ضَرْباً غَيْرَ مُبَرِّحٍ   pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menimbulkan luka.
Jika istri yang berbuat jahat itu tidak memperbaiki diri walau sudah ditinggalkan tempat tidurnya, maka suami berhak menindak yang lebih keras lagi. Tindakan yang keras adalah berupa pukulan yang tidak menimbulkan luka atau tidak berbekas. Rasul SAW bersabda:

وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَتُقَبِحْ وَلاَتَهْجُر إِلاَّ فِيْ البَيْت
Janganlah memukul muka, jangan men caci maki, jangan pula menjauhinya (dalam menghukum) kecuali dalam rumah. Hr. Ahmad, Abu Daud dan Ibn Majah dari Mu’awiyah al-Qusyari,
Dengan demikian pukulan pun ada etikanya yang harus ditaati. Artinya jika istri telah nyata berbuat salah, suami boleh menindaknya sampai memukul, tapi tidak boleh memukul muka. Dalam hadits  juga ditandaskan, hanya pukulan yang tidak berbekas.

9.   فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلاً Namun jika mereka telah menaatimu, janganlah sekali-kali mencari-cari jalan untuk menyakiti mereka.
Jika istri telah bertaubat dan kembali ke jalan yang benar, maka suami tidak berhak mencari-cari kesalahan istrinya.
Demikian pula bila seorang istri tidak melakukan pelanggaran, maka suami tidak boleh mencari-cari kesalahan istrinya. Allah SWT berfirman:

فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
Jika istrimu taat dan setia padamu, maka janganlah kamu mencari-cari kesalahan mereka. Qs4.34
Seperti halnya istri pada suami, suami pada istri pun tidak boleh membuat kesulitan.

10.  ألاَ إنَّ لَكُمْ عَلَىْ نِسَائِكُمْ حَقًّا  ingatlah bahwa bagimu ada hak yang menjadi kewajiban istrimu.
Dalam kehidupan keluarga, setiap anggota memiliki hak dan tanggung jawabnya. Tanggung jawab istri, akan menjadi hak bagi suaminya.

11.      وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقّاًbagi istri ada hak yang menjadi kewajibanmu.
Tanggung jawab suami akan menjadi hak bagi istrinya. Dengan kata lain, seorang suami boleh menuntut haknya dari istri. Istri pun boleh menuntut haknya dari suami. Namun hak dan kewajiban tersebut mesti ada keseimbang an. Hak harus seimbang dengan tangung jawab atau kewajiban. Semakin banyak hak maka semakin banyak kewajibannya. Semakin diringankan kewajiban, maka semakin sedikit hak yang bisa dituntut. Tak sepatutnya seorang sumi yang kurang mampu memenuhi kewajiban pada istri, menuntut hak sama dengan yang dapat memenuhi kewajiban sempurna.
Demikian pula sang istri, bila tidak mampu memenuhi kewajibannya secara sempurna, maka jangan menuntut haknya secara sempurna.
Itulah salah satu dasar mengapa As-Sayuthi berpandangan bahwa seorang suami yang tidak mampu memberi nafqah pada istri, hak kepemimpinannya menjadi berkurang. Demikian pula seorang istri yang tidak mampu melayani suaminya, hak nafaqahnya juga akan berkurang.
12.   فَأَمَّا حَقُّكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ فَلاَ يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُوْنَ Adapun yang menjadi hakmu sebagai tanggung jawab istrimu, adalah.
Salah satu tanggung jawab istri adalah menjaga milik suaminya, termasuk rumah beserta isinya. Istri tidak berhak memberikan izin sembarang orang masuk ke kamar. Bahkan anggota keluarga, kalau kurang disenangi suami, tidak diperkenankan masuk kamar. Kalimat    مَنْ تَكْرهُونَ mencakup siapapun, baik keluarga, teman atau siapa pun. Inilah hak suami yang sangat penting. Tentu saja maknanya cukup luas, bukan hanya sebatas memasuki kamar. Hak semacam ini mengisyaratkan adanya kewenangan bagi suami untuk membatasi istrinya berinteraksi dengan orang luar. Siapa pun tidak boleh memasuki kamar suami, tanpa izinnya, baik anak, orang tua, apalagi keluarga lain.
13.  وَلاَ يَأْذَنَّ فِي بُيُوْتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُوْنَ  janganlah mereka mengizinkan orang yang tidak kamu senangi masuk ke rumahmu.
Seorang istri, tidak berhak mengizin kan orang yang tidak disenangi suaminya untuk masuk rumah. Hak semacam ini memberikan wewenang pada suami untuk membatasi istrinya bergaul dengan sem barang orang, walau dalam rumah.
14.     أَلاَ وَحَقُّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّingatlah hak mereka yang menjadi tanggung jawabmu adalah berbuat baik terhadap mereka.
Suami berkewajiban berlaku baik pada istrinya. Yang dimaksud baik di sini mencakup dari berbagai sudut pandang; baik menurut syari’ah, menurut adat atau pun moral. Allah berfirman:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
Hak istri setimpal dengan kewajib-annya secara patut, dan hak laki-laki yang menjadi tanggung jawab istri ada tingkatan di atasnya. (Qs.2:228).
Ayat ini menggariskan bahwa baik laki-laki maupun wanita mempunyai hak sesuai dengan kewajiban atau tanggung jawabnya. Bila seorang suami memiliki hak yang lebih dari istri, kewajibannya pun setimpal.
15. فيِ كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنْ   dalam memberi pakaian dan makanan bagi meraka.
Kewajiban suami yang paling penting adalah memberi nafqah pada istri sebaik-baiknya, baik berupa pakaian maupun makanan. Kebutuhan sandang pangan istri, merupakan tanggung jawab penuh bagi suami. Namun demikian semua fihak tidak boleh memberatkan satu sama lain. Firman Allah SWT:
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا ءَاتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا ءَاتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. Qs.65:7.

Beberapa Ibrah
1. Essensi hadits
a.   Hadits ini merupakan cuplikan dari nasihat Rasulullah SAW kepada umat ketika ibadah haji. Isi khuthbah Rasulullah cukup panjang, tapi dalam kajian ini hanya yang berkaitan dengan hak dan tanggung jawab suami istri. Rasulullah SAW berpesan agar para suami menjaga dan memenuhi hak dan kewajibannya dalam keluarga. Kemudian bagaimana pula sikap dan tindakan suami mengatasi krisis keluarga, khususnya bila istri menyimpang.
b.   Tanggung jawab suami dalam keluarga menurut hadits ini antara lain (1) bersikap baik, dalam sikap ucap dan tindakan, (2) menyediakan nafaqah dan kiswah secara patut dan layak, (3) mendidik keluarga, (4) menerapkan hukum, (5) mengatasi krisis keluarga, (6) memproteksi anggota keluarga dari pengaruh negative, (7) melindungi dan menjaga kemanan srta keselamatan keluarga.
c.   Tanggung jawab istri berdasar hadits ini antara lain (1) menjaga keutuhan rumah tangga, (2) memelihara milik suami, (3) taat setia pada suami.
d.   Setiap hak tidak terlepas dari kewajiban. Antara hak dan kewajiban tersebut tetap seimbang. Semakin banyak hak yang ingin diraih, semakin banyak kewajiban yang mesti dipenuhi.

2. Suami Ideal berdasar Hadits
Berdasar hadits tersebut kriteria suami ideal itu cukup banyak antara lain:
a.   Ihsan pada Istri. Kriteria ini tersirat pada kalimat yang berbunyiأَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنّ  َ   yang artinya: hendaklah berlaku ihsan pada istri. Ihsan mencakup atas sikap, ucap, dan tindakan yang baik. Keharusan berkata baik ditegaskan dalam al-Qur’an:وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلاً سَديْدا  hendaklah berkata dengan perkataan yang baik dan berbobot. Qs.4:9 Kebaikan dalam bergaul dan bertindak tersurat dalam firman-Nya:  وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالمَعْرُوْف  bergaullah dengan mereka secara baik. Qs.4: 19.
b.   Menjadi Pendidik dalam keluarga, sebagaimana ditandaskan أَلاَ وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْراً ingatlah, hendaklah kalian berwasiat pada wanita tentang kebaikan. Hadits ini jelas memerintahkan agar para suami bisa menasihati istrinya secara baik dan tentang kebajikan. Dengan demikian suami ideal adalah yang bisa dan mampu mendidik istrinya menjadi wanita yang shalihah.
c.   Bertanggung jawab dalam memenuhi hak dan kewajiban suami istri, sebagai mana tersirat pada kalimat
ألاَ إنَّ لَكُمْ عَلَىْ نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقّاً
ingatlah bahwa bagi kamu ada hak yang menjadi tanggung jawab istri. Bagi istri juga ada hak yang menjadi tanggung jawabmu. Oleh karena itu baik suami maupun istri mesti memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing. Namun suami, memikul tanggung jawab melebihi istrinya dalam bidang materi. Allah berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma`ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Qs.2:228
Suami ideal adalah yang memiliki kemampuan dan disiplin dalam memenuhi hak dan kewajibannya.
d.   Pemberi Nafaqah yang mencakup makanan, pakaian dan tempat tinggal termasuk kebutuhan lainnya seperti tersirat pada kalimat   فيِ كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنْ . inilah kelebihan tanggung jawab suami atas istrinya.
e.   Bertanggungjawab sebagai pengemban amanah dan melindungi istri dari segala ancaman dan bahaya, karena merupakan   فَإنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُم   istrimu tak ubahnya bagaikan tawanan yang berada di sisimu. Dengan demikian seorang suami tak ubahnya sebagai panglima yang harus melindungi tawanannya dari ancaman. Tawanan dalam hukum Islam berbeda dengan hukum ke militeran pada umumnya. Jadi jika dikatakan tawanan, bukan berarti boleh berlaku dan bertindak sewenang wenang, melainkan lebih ditekankan pada tanggung jawab perlindungan. Kebutuhan  baik yang bersifat materi maupun immateri tawanan juga merupakan tanggung jawab panglima.
f.    Pemimpin yang kuat sehingga dapat mengendalikan roda kepemimpinan keluarga. Dengan kepemimpinan yang kuat, istrinya tidak melanggar kewajibannya, tersirat pada kalimat:
فَأَمَّا حَقُّكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ فَلاَ يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُوْنَ وَلاَ يَأْذَنَّ فِي بُيُوْتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُوْنَ
Agar memiliki kekuatan dalam me-mimpin dan mengendalikan roda keluarga, maka suami mesti memiliki kekuatan dalam berbagai hal, baik fisik, psikis, biologis, maupun mental dan spiritual. Bagaimana mungkin suami bisa mengendalikan keluarga tanpa memiliki kekuatan yang men-dukungnya.
g.   Penegak Hukum dalam keluarga, sebagaimana tersirat pada perintah:
فَإِن فَعَلْنَ فَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِع
Jika istrimu berbuat jahat maka jauhilah mereka tempat tidurnya. Kalimat ini meng isyaratkan bahwa suami harus mampu me nindak istri yang bersalah. Oleh karena itu suami berperan penegak hukum dalam keluarga.
h. Tegas dalam berprinsip menegakkan kebenaran, tapi tak keras sebagaimana tersirat pada kalimat lanjutannya: وَاضْرِبُوْهُنَّ ضَرْباً غَيْرَ مُبَرِّحٍ   pukullah istrimu yang berbuat jahat itu, dengan pukulan yang tidak melukai. Kalimat ini mengandung pengertian agar suami berani tegas dalam menerapkan prinsip kebenaran, tapi tidak keras, sehingga menimbul kan luka. Pukulan merupakan simbol tindakan tegas terhadap pelanggar aturan. Sedangkan larang an melukai, merupakan simbol tidak boleh ber bekas, tidak pula bersifat kejam.
i.    Tidak menyulitkan istri dan tidak men cari-cari kesalahannya,
فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلاً
jika istrimu setia, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyulitkan mereka. Qs.4:34
j.    Tidak melampaui wewenangnya sebagai suami. Dalam hadits ini ditandaskan  لَيْسَ تَمْلِكُوْنَ  مِنْهُنَّ شَيْئاً غَيْرَ ذلِكَ   tidak-lah kamu memiliki kewenangan sedikit pun melebihi dari itu. Artinya seorang suami yang baik, walau memiliki kewenangan memimpin istrinya, tapi tidak berlaku sewenang-wenang sehingga melebihi atau melampaui batas.
k. memproteksi istri dari pengaruh negative serta melindungi kemanan dan keselamatannya. Kalimat فَلَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُونَ وَلَا يَأْذَنَّ فِي بُيُوتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُونَ  mengisyaratkan bolehnya seorang suami mencegah istrinya menerima sembarang orang. Suami berhak mengngkapkan siapa yang boleh masuk rumah siapa pula yang tidak boleh masuk rumahnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa suami ideal adalah yang memiliki kemampuan menjaga keselamatan, keamanan istrinya baik lahir maupun batin.

Wallahu A'lam
salam santrialit : Abyashaf Rizalullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Qonun Asasi Nahdlatul 'Ulama

  MUQODDIMAH_QONUN_ASASI_NU (Pendahuluan Fondasi Dasar Jam'iyyah NU)   Jam'iyyah Nahdhotul 'Ulama' mempunyai garis...